Sore itu, sepulang sekolah, ketika Zamzam bermain dengan kucingnya di halaman rumah, tiba-tiba ada seekor hewan serangga kecil berkaki enam. Hewan itu berjalan cepat di tanah dan langsung menggigit jari tangan Zamzam. “Aduh!” Pekik anak berumur sepuluh tahun itu. Ia pun cepat mengadu pada ibunya bahwa jari tangannya agak bengkak disengat laba-laba.
“Tidak apa-apa Zam, cuma gigitan kecil. Besok juga sembuh dan tidak sakit lagi.” Kata Bu Rima sambil nyengir dan mengelus kepala anaknya.
Tempo hari Zamzam menonton sebuah film pahlawan super. Teringat pula ia pada kejadian di film itu bahwa ada seorang pemuda yang digigit laba-laba. Dan pemuda itu mendapatkan kekuatan super, bisa mengeluarkan semacam tali jaring kuat dari lengannya, bisa bergelayutan diantara gedung pencakar langit kota, dan bisa mengalahkan musuh yang bisa terbang lengkap dengan sejata. Hebat!
Luka kecil di jari Zamzam makin membengkak di keesokan harinya. Ia mengadukan lagi pada ibunya, yang dibalas kembali dengan senyum dan elusan kepala.
“Nanti juga sembuh.” Wajah Bu Rima menenangkan.
“Apa aku akan jadi Spider-man, Bu?” Tanya Zamzam.
“Oalah. Memangnya kau mau jadi manusia laba-laba?” Bu Rima tertawa.
“Aku mau, aku mau, Bu.”
“Ya sudah. Nanti kalau kau sembuh biar ibu belikan baju Spider-man.”
Hari ketiga setelah digigit laba-laba. Bukannya semakin sembuh, jari Zamzam malah semakin bengkak besar. Kali ini Bu Rima tidak tersenyum lagi karena bengkak jarinya sudah melebihi batas normal. Langsung saja ia ajak anaknya itu ke rumah sakit. Dokter memeriksa dengan seksama.
“Laba-laba yang menggigit anak ibu nampaknya beracun.” Dokter menjelaskan.
“Tapi sudah saya tangani dan dengan obat yang tepat dia akan sembuh.” Ia melanjutkan.
“Terima kasih Dok dan saya pamit pulang.”
***
“Ibu, apa kata dokter aku akan jadi Spider-man?” Tanya Zamzam lagi.
Sekali lagi Bu Rima membalas dengan elusan kepala, ditambah dengan gelengan pelan kali ini.
Dua hari kemudian jari tangan Zamzam yang bengkak itu sembuh. Di sekolah ia tak henti bercerita kepada karibnya, Rian, tentang kejadian sengatan laba-laba itu dan kemungkinan ia akan jadi Spider-man. Rian hanya mengangguk-angguk terpaksa mempercayai cerita dari Zamzam, demi tidak menyinggung perasaannya.
Pulang sekolah. Zamzam tidak langsung kembali ke rumah seperti yang selalu diharuskan ibunya. Ia tahu ibunya pasti akan marah besar jika ia berkeluyuran sebelum pulang ke rumah dulu, tapi ia tak peduli kali ini. Ia yakin, akan sesuatu yang diinginkannya. Ia percaya sekali dengan apa yang terjadi padanya – digigit laba-laba – akan sama dengan seperti yang di film. Ia akan jadi pahlawan super.
Zamzam memaksa Rian untuk mengikutinya ke taman kota. Ada sesuatu yang harus ia coba segera. Di taman itu ia juga memaksa Rian untuk merekam kalau-kalau percobaannya berhasil tentu ada barangbukti.
Jadilah Rian membawa ponsel pintar ibunya dan mengikuti Zamzam ke taman itu.
“Aku akan mengeluarkan jaring tali dari tangan!”
“Benarkah, Zam? Jangan terlalu yakin, Zam.”
“Pokoknya kau harus merekamnya kalau berhasil, ya?”
“Baiklah, terserah kau saja. Cepat lakukan!”
Zamzam bersiap. Ia memasang wajah yang serius dan mata yang menusuk.
Ia kepal tangannya dan mendorong lengan kanannya kedepan sambil melipat jari tengah dan jari manis ke dalam. Persis seperti tanda jari rock tapi menuju ke depan seperti ingin memancarkan sesuatu. Ia jelas meniru adegan film Spider-man saat mengeluarkan jaring.
Sekali ia coba, tak mengeluarkan apa-apa. Pasti efek racun laba-laba itu belum sepenuhnya masuk ke dalam DNA-nya. Ia coba lagi kali ini sambil bersorak, “Hyah!”. Masih tidak ada keluar apa-apa. Ia coba terus dan terus. Nihil!
“Hyah! Hyah! Hyah!” Tetap tidak terjadi apa-apa. Rian mulai mengantuk sambil masih memegang ponsel yang terus merekam video, sesekali ia menguap. Sore itu cepat berlalu tanpa sekali pun keluar jaring dari tangan Zamzam. Ia menyerah untuk hari itu. Ia dicelotehi ibu habis-habisan sampai malam.
Esoknya, ia kembali ingin mencoba sesuatu. Kali ini Rian yang ia ajak menolak.
Seperti sang manusia laba-laba di film itu, Zamzam hendak mencoba untuk berayun bergelantungan diatas gedung. Namun karena masih belajar, ia coba dulu dari atas pohon. Ia pergi lagi ke taman, karena memang taman kota banyak ditumbuhi pohon-pohon rindang dan cukup besar. Ia panjat pohon beringin sekitar empat setengah meter tingginya, lumayan untuk belajar bergelantungan. Sekali lagi ia coba mengeluarkan jaring dari tangannya. Masih gagal. Ah, mungkin saja jaring itu akan terangsang keluar kalau dia sedang dalam bahaya.
Satu, dua, … tiga!
”Hyaaah!” Ia nekad meloncat. Gila. Tapi ternyata jaring dari tangannya tidak juga keluar.
Gawat! Ia merosot jatuh. Tangannya kalap menggerayai apapun yang bisa ia raih agar tidak jatuh. Masih untung ada akar beringin yang bisa ia pegang. Tidak kuat menahan berat tubuh Zamzam akar beringin itu putus dan menghempaskan Zamzam ke tanah.
Namun setidaknya akar itu sudah menyelamatkan Zamzam dari patah tulang.
Akhirnya ia menyerah. Ia memang bukan Spider-man. Ia memang bukan superhero.
Zamzam menggoes sepedanya di trotoar. Pulang.
Di sepanjang jalan trotoar itu, ada pagar pelindung agar pejalan kaki atau pesepeda tidak sembarang menjatuhkan diri ke sungai di sebelahnya. Sungai itu deras alirannya, agak kotor pula. Sejenak dalam benak Zamzam ia ingin mencoba meloncat dari pagar satu meter itu kea rah sungai dan mungkin bisa merangsang DNA-nya untuk mengeluarkan kekuatan super. Toh, kalau pun ia jatuh ia takkan apa-apa. Hanya basah. Ia cukup mahir berenang.
Ia berhentikan sepeda hitamnya itu di pinggir trotoar. Kali ini ia akan coba lagi melompat. Ia letakkan tasnya di tiang sepeda. Ia beranjak naik. Ia bersiap, menarik napas panjang, dan
“Tolong… Tolong..!” Tetiba seseorang berseru.
Ia cari sumber suara, menengok ke belakang, kiri, kanan, namun tiada sesiapapun kecuali mobil dan motor yang melintas. Beberapa orang berhenti dari motornya.
“Dek, mau bunuh diri ya?” Orang itu mengeluarkan ponsel pintarnya, menyetel mode kamera dan merekam. Dari jaketnya, kelihatan bahwa ia pengemudi ojek online.
“Tolong! tolong!” Suara itu terdengar lagi.
Zamzam mencari suara itu, tidak memperdulikan celotehan si ojek online.
Dari agak jauh terlihat seorang anak kecil sedang timbul tenggelam dari sungai yang mengalir itu. Zamzam melihat jelas anak itu. Ia panik. Zamzam melihat sekitar. Orang yang turun dari motor itu semakin asyik merekam anak hanyut dengan ponselnya. Ketika Zamzam hendak terjun untuk menyelamatkannya, ia berhenti dan mengurungkan niatnya karena ternyata aliran sungai itu deras sekali. Ia takkan mampu berenang melawan arus deras itu.
Tiba-tiba Zamzam teringat ada gulungan tali rapiah di dalam tasnya bekas praktik pelajaran IPA di sekolah. Buru-buru ia keluarkan tali itu, ia ikat ujungnya ke tasnya sendiri yang berisi buku dan pena, lalu tasnya itu ia lemparkan kearah anak yang hanyut itu. Berhasil, sedikit demi sedikit ia tarik anak itu ke pinggir sungai.
Anak itu berhasil diangkat beberapa orang pengemudi motor ke atas trotoar. Ia batuk-batuk mengeluarkan air kotor yang terminum tak sengaja. Bajunya yang terlalu longgar itu basah kuyup, kulit anak itu memucat putih. Badannya pun gemetar menahan tiupan angina yang dingin.
“Mengapa sampai jatuh ke sungai?” Tanya pengemudi ojek online ke anak yang hampir kehilangan nyawanya itu.
“Kemarin aku disengat laba-laba, Bang, lalu aku kira aku dapat kekuatan super dari itu, aku loncat dari pinggir pagar untuk mengeluarkan jaring Spider-man, dan tercebur ke sungai.” Jawab anak itu.
Abang ojek online, Zamzam dan beberapa orang lain yang ikut berhenti pun tergelak.
Sejak saat itu, Zamzam sadar bahwa kekuatan super itu tidak datang dari sengatan laba-laba. Ketika ia ceritakan kejadian itu pada Ibu, Ibu kembali tersenyum dan mengelus kepalanya, sambil berucap:
“Spider-boy! Ini kostum super hero-nya” Bu Rima menyodorkan setelan kostum Spider-man baru.
Penulis
Nama : Alif Rahman Hakim
Domisili : Desa Ramin, Kumpeh Ulu, Jambi
No HP/WA : 082306145892
Akun media social :
IG : @alive_rahman