Sayang…Di Rumah Kita Masih Ada Tikus

Sayang…Di Rumah Kita Masih Ada Tikus

Cerpen
Oleh: Nita Sembiring Kembaren

Belakangan ini setelah kepergian suami, aku mengalami gangguan tidur. Dua Minggu sudah dia meninggal aku dan anak-anak untuk selamanya. Entah kenapa setiap jam 1 malam aku terbangun dan susah tidur kembali. Suara tikus yang gerasak-gerusuk di tong sampah di luar rumah membuat aku teringat pada kejadian beberapa bulan lalu.

Ketika itu, suami masih sehat dan bisa beraktivitas dengan normal. Aku ingat kala itu tepat jam 1 malam, aku terbangun karena mendengar suara gemerusuk dari dapur. Aku mencoba keluar kamar dan melihat ke dapur.

Benar saja aku melihat beberapa ekor tikus sedang sibuk mengacak-acak dapurku. Mendengar kedatanganku para tikus itu pun lari terbirit-birit ke atas genteng dari lubang kecil yang sudah lama aku suruh tutup ke suami tapi tetap saja belum dilakukan dengan baik.

Akhirnya tikus pun tetap bisa turun dengan mudah. Setelah para tikus lari, aku pun hendak kembali ke kamar. Ketika berjalan menuju kamar telingaku terganggu dengan suara berisik di dalam wadah tupperware yang aku gantung dekat kulkas. Aku mendekati benda itu. “Oh ternyata masih ada tikus yang ‘ngumpet di dalamnya.”

 Aku mencoba menekan benda itu supaya rapat ke tembok sehingga tikus yang ada di dalam terjebak dan tidak bisa lari.

Lama aku berdiri sambil berpikir bagaimana caranya aku menangkap si tikus yang ada di dalam tupperware besar itu. Setelah berpikir akupun dapat ide. Kebetulan posisiku berdiri tidak jauh dari kompor dan wastafel. Aku mengambil panci yang tergantung di dekat kompor itu lalu mengisi air. Di tengah malam itu aku menyalakan kompor untuk merebus air.

Setelah mendidih aku mencoba menyiram air panas itu ke atas tupperware yang berisi tikus, benar saja tikus pun menjerit kepanasan. Tetapi aku tetap saja belum berani menarik benda itu.

Tanganku mulai gemetar. Aku kembali berpikir, bagaimana caranya untuk memastikan bahwa sang tikus udah pingsan atau sudah mati. Namun aku tetap tidak punya keberanian membuka tupperware itu. Aku mencoba mengisi air dan merebusnya lagi.

Setelah mendidih aku coba siram lagi, tikus itu menjerit dan meronta, tapi aku belum berani juga membuka tupperware nya. Lalu aku pun mencoba melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya. Ternyata tikus itu belum mati, ketika aku siram air panas yang ketiga mereka masih meronta. Aku bilang mereka karena aku yakin di dalam itu lebih dari satu tikus.

Lama aku diam, aku tetap belum berani melakukannya. Dari dapur aku mendengar suamiku bergerak dan mungkin terbangun mendengar aku beberapa kali menyalakan kompor. Aku mencoba memanggilnya. Beberapa menit kemudian diapun tiba di dapur.

Dengan mata ngantuk dia bertanya apa yang terjadi. Akupun menceritakan mengenai tikus di dalam tupperware itu.

Aku menyuruhnya untuk menarik tupperware itu untuk memastikan tikus itu sudah mati apa belum. Ternyata suamiku juga belum yakin dan meminta aku mencari kayu untuk memukul tikus itu jika nanti masih hidup. Akan tetapi itu sudah sekitar jam 2 malam, aku tidak berani membuka pintu.

“ Udah Papa pegang saja dulu tupperware ini biar aku rebus lagi air lebih banyak supaya kita pastikan tikus itu sudah mati apa belum,” kataku pada suami. Sambil ngantuk diapun menurut aja dengan perkataan aku.

Kami berdua dengan sabar menunggu air itu sampai mendidih. Ketika sudah mendidih aku memintanya untuk merenggangkan bagian atas tupperware supaya aku bisa memasukkan air lebih banyak. Eh bener saja tikus itu belum mati.

“ Sudah…sekarang pasti mereka sudah mati, Papa tarik tupperware itu,” perintahku ke suami.

“Ah bagaimana kalau tikusnya belum mati juga, Mama cari apa kek untuk memukul atau untuk menangkap tikus ini supaya engga bisa lari lagi,” kata suami membuat aku lebih gemetar.

 Jangankan menangkap tikus, melihat tikus lari saja aku sudah menjerit-jerit ketakutan.

Kami pun masih berdiri dan berpikir. “Ya sudah untuk memastikan tikus itu mati, aku coba rebus lagi air biar kita siram lagi,” kataku sambil  mengisi air dalam panci. Dengan sabar kami menunggu. Untuk kelima kalinya aku merebus air.

Tetapi pada sesi kelima, air tidak sampai mendidih keburu gasnya habis. Aku tetap menyiramkan air yang setengah matang itu ke arah tembok. Benar saja, tikus itu belum mati.

“Udah tarik saja baskom itu Papa,” perintahku lagi. Tetapi suami malah balik bertanya “ bagaimana jika tikusnya belum mati?” Hehe aku juga bingung jawabnya. Lalu suami memintaku memegang tupperware itu dan dia keluar untuk mencari kayu. Tidak lama kemudian dia kembali  dengan sepotong triplek kecil.

“Ayo Mama tarik, kalau masih hidup biar aku pukul,” kata suami.

“Eh tunggu dulu, ini lantainya becek  nanti lihat kita bisa jatuh biar aku pel dulu,”

Lalu suami kembali memegang tupperwarenya, aku mengambil kain lap untuk membersihkan ceceran air di lantai.

Setelah itu, suami memintaku untuk memegang triplek yang diambilnya. “ Aah aku engga berani memukulnya.”

“Terus gimana dong, aku yang mukul kamu yang narik tupperwarenya ya.”

“Aduh, itu juga aku engga berani.”

“Terus gimana? Tanganku udah pegel ini.”

“ Udah papa tarik saja, pasti tikus itu udah mati, paling tidak pasti udah pingsan,” jawabku sambil mencari posisi aman.

Aku naik ke atas kursi sambil menutup wajah. Aku geli melihat tikus itu. Antara geli dan takut. Suami mencoba menarik tupperware itu sendiri sambil memegang triplek. “Gubrak…,” tupperwarenya jatuh. Di dalamnya ada dua tikus. Satu tikus berlari dengan cepat ke bawah kulkas, yang satu sudah semaput.

Dengan kesal suami membanting tupperwarenya..  “Mama ini begitu saja takut, pengecut banget, sok pemberani tapi sama tikus saja takut, mendingan tadi mama engga usah siram, bagaimana nanti jika tikus itu mati dalam rumah, repot lagi urusannya.”

Mendengar ocehannya aku masuk ke kamar sambil cekikikan dan geli. Sendi-sendiku terasa lemas. Aku semakin geli melihat raut wajah suami yang masih kesal.

Dia masuk ke kamar setelah merapikan triplek dan membuang tikus yang mati tadi ke luar rumah. Entah kemana dia membuangnya, yang pasti aku dengar dia membuka pintu dan keluar rumah.

Aku sudah berbaring di tempat tidur. Aku lihat jam sudah jam 3 kurang 20 menit. Hampir dua jam kami berjuang, tapi hasilnya tidak memuaskan.

Saat itu, aku coba kembali memejamkan mata, tapi masih belum bisa tertidur. Aku melihat ke arah suami ternyata dia juga masih belum bisa tidur, tapi kami tidak saling bicara. Dia masih kesal dengan aku.

Saat ini, aku diam sambil memandang photonya yang terpajang di dinding kamar. Di photo itu, aku lihat dia tersenyum kepadaku. Jujur aku ingin berkata, “Sayang, di rumah kita masih ada tikus, siapa yang akan mengusirnya?”

Aku merasa ada bagian yang terhilang dalam diriku. Ada ruang kosong yang tidak dapat ku jelaskan letaknya. Yang pasti, aku merindukan tawanya, marahnya, ngambeknya, dan tentu saja aku merindukan kasih sayangnya yang tulus.


Waktu menunjukkan pukul 03.30. Selamat menjelang subuh.
Jakarta, 14 Januari 2020
Selamat menjelang subuh.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments