Tahun ini kita sama-sama direpotkan dengan munculnya wabah Covid-19, yang mana sangat membawa dampak bagi keberlangsungan hidup manusia diseluruh dunia tak terkecuali Indonesia.
Jika tahun ini kita di repotkan dengan adanya wabah pandemi, tahun lalu tepatnya pada tahun 2019 kita direpotkan dengan fenomena kabut asap yang merajalela bahkan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, akibatnya pada saat itu banyak sekolah-sekolah yang terpaksa diliburkan.
Berdasarkan data dari BMKG pada tahun 2019 lalu, kebakaran hutan umumnya terjadi diwilayah provinsi Jambi, dan Sumatera Selatan. Kebakaran hutan ini terjadi pada umumnya saat musim kemarau dan banyak terjadi pada lahan gambut.
Pada tahun lalu akibat dampak dari kabut asap pemerintah mengeluarkan surat edaran untuk meliburkan sementara anak-anak sekolah sampai waktu yang tidak ditentukan (tergantung situasi kondisi atas redanya kabut asap tersebut).
Efek dari kabut asap itu bisa saja menyerang saluran pernapasan, Selain itu dampak kebakaran lahan tersebut dapat merusak unsur-unsur tanah dan merusak habitat yang ada pada lahan yang terkena kebakaran lahan tersebut.
Data dari BMKG pada tanggal 18 Agustus 2019 ada 6 titik hotspot atau titik api di provinsi Jambi. Pada data tersebut juga disebutkan ada sekitar 350 hektar lahan yang terbakar sejak Januari sampai Agustus 2019, (data ini ditutup dari tulisan Fatmawati, tentang kebakaran hutan).
Meski diprediksi beberapa bulan kedepan akan sering turun hujan akan tetapi potensi untuk menjadi musim kemarau adalah suatu yang tidak mustahil. Apalagi pada saat musim sekarang ini prediksi itu bisa saja meleset.
Hukuman Bagi Pelanggar
Sebagai warga negara Indonesia yang baik penulis masih percaya dengan semua aturan aturan dan undang-undang yang berlaku di negara Republik Indonesia ini. Pada dasarnya semua sudah ada aturan dan hukumnya masing-masing tak terkecuali tentang larangan bagi membuka dengan cara dibakar.
Dikutip dari kompas.com dan tulisan dari Puji Astuti, Kamis 5 September 2019. Berikut tiga undang-undang yang mengatur persoalan kebakaran lahan: Pertama, undang-undang no 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Pasal 78 ayat (3) menyebut, palaku pembakaran hutan dikenakan sanksi kurungan 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar. Adapun pada pasal 78 ayat (4) menyebut, pelaku pembakaran hutan dikenakan sanksi kurungan 5 tahun dan denda maksimal Rp 1.5 miliar.
Kedua, Undang-Undang no 18 tahun 2004 tentang perkebunan. Pasal 8 ayat (1) menyebutkan, seseorang yang sengaja membuka lahan dengan cara dibakar dikenakan sanksi kurungan 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Ketiga, Undang-undang no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada pasal 108 menyebutkan, seseorang yang sengaja membuka lahan dengan cara dibakar dikenakan sanksi minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun penjara serta denda maksimal Rp 10 miliar.
Karhutla Tahun Lalu Sebagai Pelajaran
Masih segar di pikiran tentang bahayanya karhutla pada tahun lalu, yang menyebabkan banyaknya lahan terbakar sehingga beberapa sekolah di Provinsi Jambi bahkan di Tanjung Jabung Timur terpaksa diliburkan.
Dan di beberapa daerah tersebut di selimuti asap tebal dan mengganggu jarak pandang, pada saat itu juga langit seakan-akan sering menguning bahkan sesekali terlihat memerah.
Peristiwa yang terjadi pada tahun lalu tentunya sebagai pelajaran penting untuk kita sekarang ini, bagi masyarakat khususnya para petani hendaknya membuka lahan sesuai dengan aturan yang diterapkan oleh pemerintah.
Bagi para pengusaha yang membuka lahan dan bergerak di bidang pertanian juga sangat dianjurkan untuk selalu mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Mari hilangkan egoisme dan kepentingan sektoral maupun kepentingan pribadi demi keselamatan untuk bersama.
Agar kebakaran hutan dan lahan tidak terjadi lagi ada baiknya beberapa solusi ini segera di terapkan. Pertama, stop membuka lahan dengan cara dibakar. Kedua, Tindak tegas oknum pembakar lahan apapun alasannya. Ketiga, Beri pemahaman dan edukasi ke masyarakat luas atas efek dan dampak bahaya karhutla.
Akhirnya, dari tulisan ini penulis berharap semoga bisa dibaca oleh masyarakat luas agar menjadi alarm untuk tidak lagi bermain-main dengan persoalan karhutla. Karena selain berbahaya bagi diri sendiri juga bisa berbahaya untuk masyarakat luas.
Semoga kedepannya di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, tidak ada lagi kita dengar kebakaran hutan dan lahan akibat ulah dan kelalaian manusia itu sendiri, agar kita semua bisa terhindar dari dampak tersebut.
Penulis Adalah, Dosen STIE Syari’ah Al-Mujaddid, Pendiri Komunitas Menulis Al-Mujaddid, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.