Menjaga Mutu Pendidikan di Era New Normal

Menjaga Mutu Pendidikan di Era New Normal

Kesehatan
Oleh: Wandi

Virus corona atau COVID-19 yang saat ini sudah jadi wabah mendunia terus meresahkan masyarakat Indonesia bahkan dunia, bahkan untuk saat ini perederannya di Indonesia terus meningkat dari hari ke hari.

Virus yang mulanya “diduga” berasal dari Wuhan (China) telah menyebar hampir ke seluruh penjuru dunia tak terkecuali Indonesia. Sampai hari ini ada sekitar 93.657 yang dinyatakan positif corona, sekitar 4.576 yang meninggal, dan 52.164 yang berhasil dinyatakan sembuh, (Kamis, 24 Juli 2020) sumber data dari detik.com

Ironi memang. Bisa dikatakan berbagai upaya dan kebijakan sudah di keluarkan pemerintah untuk menekan peredaran virus ini. Masih ingat dengan istilah PSBB Pembatasaan Sosial Bersekala Besar? Belum selesai dan belum terbukti ampuh kebijakan tersbut, kini muncul lagi istilah baru yaitu new normal.

Untuk lebih jelasnya mari kita telaah lebih jauh tentang makna PSBB, peraturan yang diterbitkan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19, aturan PSBB tercatat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020

Pembatasan tersebut meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, dan pembatasan kegiatan lainnya terkait aspek pertahanan dan keamanan, kata Sekjen Kemenkes Oscar Primadi.

Seperti yang penulis sebutkan diatas, lagi-lagi belum selesai persoalan PSBB dan sekelumit pro dan kontra didalamnya, muncul lagi istilah baru yang dikeluarkan pemerintah atau yang sering disebut new normal.

Menurut Prof Wiku Adisasmita, Ketua Tim Pakar gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. New Normal adalah bentuk adaptasi tetap beraktivitas dengan mengurangi kontak fisik dan menghindari kerumunan, alhasil dari semua ini istilah itu berubah lagi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “ new normal “ diartikan sebagai kenormalan baru atau keadaan normal yang baru dan belum pernah ada sebelumnya. Sedangkan menurut dokter Dicky Budiman (epidemolog dari Griffith University, Australia) mengatakan bahwa new normal merupakan bagian dari strategi yang diterapkan seperti pembatasan jumlah kerumunan, pembatasan jarak, penggunaan masker, prosedur skrining suhu tubuh di tempat-tempat umum sehingga kebiasaan hidup sehat dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

Selama belum ditemukannya vaksin atau obat virus Corona atau COVID-19 dan mulai saat ini semua harus bisa mulai mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan dan kenormalan baru tersebut.

Baru-baru ini dikutip dari kompas.com. Mantan juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 mengatakan, istilah new normal yang sering digunakan selama pandemi ini adalah diksi yang salah. Yuri juga mengatakan, sebaiknya new normal diganti dengan kebiasaan baru.“Diksi new normal dari awal diksi itu segera ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adaptasi kebiasaan baru”. (Jum’at 10 Juli 2020)

Situasi Pendidikan Kita

Rumitnya penanganan wabah ini membuat pemerintah menerapkan kebijakan yang super ketat

Untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. PSBB menjadi pilihan berat bagi setiap negara khususnya Indonesia dalam menerapakan kebijakan untuk pencegahan penyebaran COVID-19. Karena kebijakan ini berdampak negatif terhadap segala aspek kehidupan.

PSBB nyatanya telah menghambat laju pertumbuhan dan kemajuan dalam berbagai lini tidak terkecuali pendidikan, namun sepertinya tidak ada pilihan lain, bagi pemerintah cara inilah yang paling tepat untuk diterapkan pada saat ini.

Meskipun sama-sama kita ketahui PSBB memberi dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia, ekonomi misalnya. Kebijakan ini membuat perekonomian tersendat, bahkan berbagai kebutuhan primer sempat sulit karena adanya kebijakan ini, akibatnya apa negara harus menanggung segala kebutuhan pokok setiap warganya.

Bukan hanya ekonomi sebenarnya. Sektor pendidikan juga terkena imbasnya, keputusan pemerintah dengan mengambil kebijakan meliburkan dan memindahkan proses pembelajaran dari semula belajar disekolah, menjadi belajar dirumah, membuat banyak pihak harus berfikir keras dan beradaptasi pada situasi ini.

Menjaga kualitas pendidikan menjadi tantangan nyata di tengah pandemi COVID-19 ini. Proses belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik, mahasiswa dan dosen yang semula dilakukan melalui tatap muka hingga saat ini ada beberapa tempat belum bisa melaksakannya.

Pada sektor pendidikan pemerintah mengambil kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran daring, tapi lagi-lagi tidak semua pihak baik sekolah, kampus dan orang tua belum siap dengan semua ini.

Penerapan sistem ini berimbas pada meningkatnya penggunaan media sosial untuk menunjang proses pembelajaran. Berbagai macam platform media sosial bermunculan dan dimanfaatkan oleh guru maupun siswa untuk mengakses informasi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Di luar sana kemungkinan banyak orang tua, siswa bahkan mahasiswa merasa jenuh dengan sistem pembelajaran online, terutama pada kalangan siswa dan orang tua. Mereka sering mengeluh tentang sistem pembelajaran yang harus mereka upload dan laporkan kepada setiap guru mata pelajaran.

Peralihan cara pembelajaran ini memaksa berbagai elemen harus beradaptasi agar tujuan pendidikan bisa ditempuh, mau tidak mau memanfaatkan teknologi yang ada adalah solusi saat ini, meskipun seperti penulis bilang tadi masih terdapat banyak sekali kekurangan disana sini.

 Menjaga Mutu Pendidikan di Era New Normal

 COVID-19 telah ada dan menyebar ke seluruh Indonesia hal ini pula mewajibkan kita untuk terus hidup berdampingan dengan pandemi ini tinggal bagaimana kita harus mulai beradaptasi dan bisa menerapkan strategi-strategi bagaimana menjalankan kehidupan sehari-hari di tengah wabah ini.

Tidak terkecuali sistem pendidikan harus mengalami adaptasi dan perubahan yang semula pelajaran diberikan dengan tatap muka kini beralih ke sistem daring atau online. Dalam konteks inilah kualitas pembelajaran dipertanyakan, Apakah kualitasnya akan menurun atau tidak.

Sampai disini penulis dapat poin pentingnya, kurangnya ketersediaan fasilitas yang menunjang pembelajaran daring adalah faktor utama penyebab rendahnya mutu belajar di era new normal ini. Ketersediaan itu misalnya berupa fasilitas hardware dan software untuk mendukung pembelajaran jarak jauh.

Di kampung-kampung misalnya pada tingkat SD, SMP hingga SMA sederajat dalam proses pembelajaran dirasakan begitu membingungkan karena tingkat pemahaman teknologi tidak sama dan sama rata. Akhirnya tidak sedikit para siswa dan orang tua siswa merasa kesulitan dengan sistem tersebut

Di daerah terpencil juga penulis yakin, tidak semua baik guru dan murid memiliki perangkat yang memenuhi syarat kelayakan bagi pelaksanaan aktivitas daring. Apalagi fasilitas jaringan yang belum merata adalah faktor penghambat paling utama dalam hal ini.

Belum lagi semua guru dan murid dapat cepat beradaptasi dengan teknologi dan metode mengajar jarak jauh. Penguasaan siswa ataupun guru terhadap teknologi pembelajaran juga sangat bervariasi. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi setiap stakeholder.

Yang lebih substansial adalah kurikulum pendidikan nasional kita pun secara resmi dan komprehensif belum mengakomodasi dan mengadaptasi sistem belajar jarak jauh. Selama ini, kegiatan belajar mengajar secara online hanya merupakan konsep, sebagai perangkat teknis belum berkembang menjadi cara berpikir dan paradigma pembelajaran. Karena itu, kekhawatiran akan menurunnya kualitas pendidikan, sekali lagi tidak boleh diabaikan (Media Indonesia).

 Dengan adanya virus COVID-19 ini, telah mengharuskan pembelajaran jarak jauh maka diharapkan guru juga harus mempelajari dan menjalankan kan sistem pembelajaran online yang baik dan benar. Keterpaksaan ini harus membawa hal positif karena di dalamnya kita bisa belajar, beradaptasi dan akhirnya diharapkan bisa terbiasa.

Akhirnya seluruh stakeholder diharapkan mampu bersinergi memberi solusi dan menerapkan kebijakan yang tepat sasaran. Seluruh pemangku kebijakan harus turun tangan mencari solusi dan mengantisipasi potensi persoalan tersebut. Jika tidak bukan tidak mungkin kemunduran pendidikan bisa menjadi masalah yang serius terutama saat pandemi pada situasi yang sulit ini.

Penulis Adalah, Dosen STIE Syari’ah Al-Mujaddid, Pendiri Komunitas Menulis Al-Mujaddid, Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments