Bahwa Syaikh Nawawi Banten adalah pakar al-Quran, hal ini sudah tidak diragukan. Ia menulis Maroh Labid, sebuah kitab tafsir al-Quran yang melambungkan namanya. Lantaran kitab tafsir tersebut, sejumlah ulama Mesir menjuluki Syaikh Nawawi Banten sebagai Sayyid ‘Ulama Hijaz (penghulu ulama Mekah dan Madinah pada zamannya).
Kepakaran Syaikh Nawawi Banten dalam hal al-Quran juga tercermin dalam salah satu kitab fikih yang ditulisnya, yaitu Kasyifatus Saja. Dalam kitab ini, ia mencatat suatu kebetulan matematis yang ditemukannya dalam al-Quran. Menurut Syaikh Nawawi, jumlah huruf surat al-Fatihah, jika pengulangan huruf tak dihitung, adalah 22. Sementara itu, bila dihitung dengan metode yang sama, jumlah huruf surat al-Nas juga 22.
Kita sama-sama sudah tahu, al-Fatihah merupakan surat pertama dalam al-Quran sedangkan al-Nas merupakan surat terakhir. Jumlah huruf al-Fatihah dan al-Nas yang sama-sama 22 itu, ternyata selaras dengan jumlah tahun diturunkannya al-Quran, yaitu 22 tahun. Kebetulan matematis ini barangkali bisa digolongkan sebagai salah satu mukjizat al-Quran dari segi kebahasaan.
Kebetulan berikutnya: sebagai surat pembuka al-Quran, al-Fatihah dimulai dengan ayat basmalah. Dan ayat basmalah diawali dengan huruf ba. Sementara itu, sebagai surat penutup al-Quran, al-Nas diakhiri dengan huruf sin. Kombinasi huruf ba dan sin membentuk kata bas yang artinya “cukup” atau “memadai”.
Dengan adanya huruf ba sebagai pembuka al-Quran dan huruf sin sebagai penutupnya, seolah-olah hendak dikatakan bahwa isi al-Quran sudah bas. Sudah pas. Sudah cukup. Sudah memadai. Tak ada yang terluput dan terlewatkan. Dari segi kebahasaan, ini mungkin termasuk mukjizat al-Quran juga.
Tapi, bila dipikir-pikir lagi, “temuan” Syaikh Nawawi Banten tersebut kok terasa seperti hasil penalaran otak-atik gathuk. Lagian, kok ya sempat-sempatnya beliau mengamati dan memikirkan hal itu….
Penulis Adalah Masyarakat biasa. Tinggal di Jambi.