Ketentuan Dalam Membayar Zakat Fitrah

Ketentuan Dalam Membayar Zakat Fitrah

Agama
Oleh: Deasy Hardiyana

Perintah tentang zakat fitrah mulai dilakukan ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah dan tinggal disana selama 17 bulan, perintah tersebut bertepatan dengan turunnya Alquran Surah Al-Baqarah ayat 183-184, di bulan Sya’ban tahun ke Dua Hijriyah.

Pengertian Dan Hukum Zakat Fitrah

Zakat menurut istilah Agama adalah kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Zakat fitrah juga dinamakan zakat badan, dalam bahasa arab dikenal الْفِطْرَةِ زَكَاة atau biasa disebut zakat fitri dengan istilah الْفِطْر زَكَاةِ, Dalam bahasa lain juga disebut zakat Ash-Shaum, zakat Al-Badan, zakat Ar-Ramadhan. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya Pedoman Zakat menjelaskan bahwa zakat memiliki beberapa pengertian   diantaranya, nama’ (kesuburan), thaharah (kesucian), barakah (keberkahan), dan tazkiyahtathir (mensucikan).

Zakat dibagi dalam dua bagian, yaitu zakat harta benda dan zakat badan (zakat fitrah). Ulama mazhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan zakat kecuali dengan niat. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ – وَفِي رِوَايَةٍ : بِالنِّيَّةِ – وَإِنَّمَالِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى،فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، فَهِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ،وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا،فَهِجْرَتُهُ إلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ.

Artinya: “Dari Amirul Mu’minin Umar bin Al-Khottob rodiallahu’anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya amalan-amalan itu berdasarkan niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang ia niatkan, maka barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya adalah kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena untuk menggapai dunia atau wanita yang hendak dinikahinya maka hijrahnya kepada apa yang dihijrahi”. (HR. Al-Bukhari: 1).

Zakat Fitrah disyariatkan bersamaan dengan disyariatkannya puasa Ramadhan, yaitu pada tahun kedua Hijriyah. Pentingnya zakat ini tertulis dalam rukun Islam, sehingga para ulama sepakat zakat fitrah hukumnya wajib bagi setiap individu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran;

ۡ وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ

Artinya: “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS. 4:77).

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡرٖ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ١١٠

Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. 2:110).

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. 9:103).

Rukun dan Syarat Sah Zakat Fitrah

Rukun zakat fitrah adalah segala sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan zakat fitrah. Diantaranya; (1) Niat untuk menunaikan zakat fitrah dengan ikhlas, yaitu semata-mata karena Allah SWT bukan yang lainnya. (2) Ada orang yang menunaikan zakat fitrah. (3) Ada orang yang menerima zakat fitrah, dan (4) Ada barang atau makanan pokok yang dizakatkan.

Sedangkan syarat-syarat yang wajib bagi zakat fitrah, diantaranya (1) Islam, orang yang tidak beragama Islam tidak wajib menunaikan zakat fitrah untuk dirinya. Apabila dia menunaikan zakat fitrah, maka hukumnya tidak sah. (2) Lahir sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan, dan (3) Memiliki kelebihan makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya pada malam hari raya Idul Fitri.

Waktu dan Hukum Membayar Zakat Fitrah

Adapaun waktu dan hukum membayar zakat fitrah ada lima, diantaranya; (1) Waktu yang diperbolehkan, yaitu waktu dari awal Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan. (2) Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan Ramadhan. (3) Waktu yang lebih baik (sunnah), yaitu di bayar sesudah shalat shubuh sebelum pergi shalat hari raya. Dari Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan ucapan kotor, serta untuk memberikan makanan orang miskin. Maka barang siapa mengeluarkan zakat sebelum shalat hari raya maka itulah zakat fitrah yang terqabul, dan barang siapa yang memberika zakat setelah shalat, maka itu termasuk shadaqah. (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah). (4) Waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah shalat hari raya, tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya. (5) Waktu haram (lebih telat lagi), yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya.

Ketentuan Orang yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah (Muzakki)

Zakat fitrah adalah zakat yang harus ditunaikan bagi seorang muzakki yang telah memiliki kemampuan untuk menunaikannya. Zakat fitrah adalah zakat wajib yang harus dikeluarkan sekali setahun yaitu saat bulan ramadhan menjelang Idul Fitri. Pada prinsipnya, zakat fitrah haruslah dikeluarkan sebelum shalat Idul Fitri dilangsungkan. Hal tersebut yang menjadi pembeda zakat fitrah dengan zakat lainnya.

Menurut Imam Hanafi orang yang mampu adalah orang yang mempunyai harta yang cukup nishab, atau nilainya lebih dari kebutuhannya. Sementara itu, orang Mukallaf wajib mengekuarkan zakat fitrah, baik untuk dirinya, anaknya yang kecil, meupun anaknya yang sudah besar kalu dia gila. Kalau orang yang berakal, kewajiban zakat fitrah itu tidak bisa dibebankan kepada ayahnya, sebagaimana seorang suami tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk istrinya.

Imam Syafi’i, Maliki dan Hambali orang yang mampu adalah orang yang mempunyai lebih dari makanan pokoknya untuk dirinya dan untuk keluarganya pada hari dan malam hari raya idul Fitri dengan pengecualian kebutuhan tempat tinggal dan alat-alat yang primer.

Dalam ketentuan kewajiban seorang Mukallaf membayar zakat fitrah, Imam Syafi’i dan Hambali memiliki pendapat yang sama yaitu seorang Mukallaf wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang harus diberikan nafkahnya, seperti Istri, Ayah dan Anak. Sementara itu, Imam Maliki berpendapat bahwa seorang Mukallaf  wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya, dan untuk orang yang harus diberikan nasfkah. Mereka itu adalah dua orang tua yang fakit, dan anak-anak lelaki yang tidak mempunyai harta sampai mereka mempunyai kekuatan untuk mencari kerja, juga anak-anak wanita yang fakir sampai mereka bersuami, dan terakhir adalah istri.

Membayar Zakat Fitrah dengan Harganya

Para imam Mazhab sepakat, dalam membayar zakat fitrah dengan uang seharga makanan, tidak boleh dan tidak sah. Karena yang diwajibkan dalam hadits  ialah sesuatu yang mengenyangkan.

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْحُرِّ وَالْعَبْدِ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun yang budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa.” (HR. An Nasai).

Kecuali Imam Hanafi yang membolehkan berfitrah dengan uang seharga makanan pokok. Karena fitrah itu hak orang-orang miskin untuk menutupi hajat mereka, boleh dengan makanan dan boleh dengan uang.

Dari kedua pendapat tersebut, dilihat dari sabda Rasulullah SAW, pendapat Imam Syafi’i, Hambali dan Maliki adalah pendapat yang Mu’tamad. Kebiasaan Rasul SAW dan para sahabat dalam menunaikan zakat fitrah dalam bentuk bahan makanan, merupakan dalil yang kuat akan tidak bolehnya membayar zakat fitrah dengan selain bahan makanan pokok. Akan tetapi, jika membayar dalam bentuk bahan makanan dianggap berat, dan ada hajat mendesak serta maslahat nyata untuk berzakat menggunakan uang maka diperbolehkan bertaqlid kepada mazhab Imam Hanafi dengan syarat bertaqlid secara totalitas, yaitu berzakat dalam bentuk uang yang senilai dengan harga makanan pokok (beras) sebanyak 3,8 kilogram. Hal ini dilakukan untuk menghindari talfiq (mencampuraduk pendapat ulama). Hal ini juga sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhammad Az-Zuhaili dalam kitab al-Mu’tamad fil Fiqhisy Syafi’i:

ولا مانع اليوم من الأخذ بقوله؛ لأنَّه أنفع في هذا العصر للفقراء، مع تحقيق الغاية من زكاة الفطر في إغناء الفقير

Hari ini tidak ada larangan untuk mengambil pendapat beliau (imam Hanafi). Sebab, lebih bermanfaat bagi para fakir miskin sekarang dan lebih bisa mewujudkan tujuan dari syariat zakat fitrah itu sendiri, yaitu memberi kecukupan kepada fakir miskin

Dalam kitab Fiqh Al Manhaji Ala Mazhabisy Syafi’i disebutkan:

لا بأس باتباع مذهب الإمام أبي حنيفة رحمه الله تعالى في هذه المسألة في هذا العصر، وهو جواز دفع القيمة، ذلك لأنًّ القيمة أنفع للفقير اليوم من القوت نفسه، وأقربُ إلى تحقيق الغاية المرجوة

Artinya,Tidak mengapa mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah rahimahullah ta’ala dalam masalah ini di zaman sekarang. Boleh membayar zakar fitrah dengan qimah. Sebab, ia lebih berguna dan bermanfaat bagi fakir miskin pada zaman ini daripada hanya sekedar makanan pokok. Dan ini lebih bisa mewujudkan tujuan yang diinginkan.

Demikian juga pendapat yang serupa difatwakan oleh Imam Ar-Ramli, beliau berkata, “Maka diperbolehkan kepada orang yang disebut, mengikuti imam Abu Hanifah dalam mengeluarkan zakat dengan qimah (nilai) sebagai ganti dari zakat (bahan makanan pokok), dan tidak wajib baginya mengikuti Abu Hanifah pada perkara selain itu.” (Fatawa Imam Ar Ramli 1/55).

Orang yang Berhak Menerima Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat hanya mereka yang telah ditentukan Allah SWT dalam Alquran.

۞إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60).

Menurut imam Syafi’I; (1) Faqir adalah orang yang tidak mempuyai harta dan usaha, atau mempunyai harta atau usaha yang kurang dari seperdua kecukupannya; (2) Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua kecukupannya atau lebih, tetapi tidak sampai mencukupi; (3) ‘Amil adalah semua orang yang bekerja mengurus zakat, sedangkan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu. Dan Amil hanya berhak menerima zakat apabila tidak mendapat gaji/upah dari pemerintah. Dan yang berhak mereka terima dari zakat hanyalah sekedar upah yang wajar. Adapun apabila mereka menerima gaji/upah dari pemerintah, maka mereka tidak berhak menerima zakat. Adapun sebagian besar panitia zakat yang ada di masjid/musholla dsb sebagaimana yang ada di masyarakat, mereka bukanlah ‘Amil yang dimaksud oleh Syari’ah, karena mereka tidak dilantik secara resmi oleh pemerintah. Akan tetapi status mereka hanyalah wakil/perantara dari orang yang berzakat; (4) Muallaf, ada empat macam; (a) Orang yang baru masuk Islam, sedangkan imannya belum teguh; (b) Orang Islam yang berpengaruh dalam kaumnya, dan kita berpengharapan kalau dia diberi zakat, maka orang lain dari kaumnya akan masuk Islam; (c) Orang Islam yang berpengaruh terhadap kafir, kalau daia diberi zakat, kita kan terpelihara dari kejahatan kafir yang di bawah pengaruhnya; dan (d) Orang yang menolak kejahatan oaring yang anti zakat; (5) Hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya. Hamba itu diberi zakat sekadar untuk penebus dirinya; (6) Berhutang adalah seorang yang berhutang bukan untuk ma’siat; (7) Fi Sabilillah adalah orang yang berperang dijalan Allah melawan orang kafir tanpa digaji oleh pemerintah. Makna sabilillah menurut Ibnu Asir dalam Fiqh Islam bukan hanya pada peperangan akan tetapi semua amal kebaikan yang dimaksudkan ialah mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti membangun Madrasah, membuat jalan, jembatan, dan sebagainya yang merupakan kemashlahatan umum; dan (8) Musafir adalah orang yang  untuk sampai ke tujuan (perjalanan itu bukan maksiat/terlarang).

Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat

Orang yang tidak berhak menerima zakat ada lima golongan; (1) Orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan. (2) Hamba sahaya, karena mereka mendapat nafkah dari tuan mereka. (3) Keturunan Rasulullah SAW. (4) Orang dalam tanggungan yang berzakat; dan (5) Orang yang tidak beragama Islam.

Dari penjelasan mengenai zakat fitrah di atas, dapat kita pahami bahwasannya zakat Fitrah disyariatkan bersamaan dengan disyariatkannya puasa Ramadhan, yaitu pada tahun kedua Hijriyah. Kewajiban membayar zakat fitrah dibebankan kepada setiap muslim dan muslimah, baligh atau belum, kaya atau tidak, dengan ketentuan bahwa dia hidup pada malam hari raya dan memiliki kelebihan mu’nah (biaya hidup), baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang-orang yang ditanggung nafkahnya, pada hari raya Idul Fitri dan malamnya (sehari semalam). Zakat fitrah boleh dikeluarkan mulai awal Ramadhan sampai menjelang pelaksanaan shalat Idul Fitri. Namun, pada kondisi saat ini di tengah merebaknya wabah Covid-19, pemerintah mengimbau umat muslim untuk menunaikan zakat fitrah di awal waktu ramadhan, dengan tujuan agar penyaluran zakat fitrah bisa dilakukan kepada mustahik sesegera mungkin. Selain itu, pemerintah mengimbau masyarakat dapat menyediakan sarana cuci tangan seperti sabun dan tisu di lingkungan tempat pengumpulan zakat.

Selain permasalahan kadar atau besaran zakat fitrah, pertanyaan lain yang sering muncul di masyarakat adalah bolehkah membayar zakat fitrah dalam bentuk uang?

Dalam mazhab Imam Syafi’i, Hambali dan Maliki, zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk bahan makanan pokok yang dimakan sehari-hari sebanyal 1 sha’. Hal ini sebagaimana hadits Rasul SAW. Namun, jika seseorang memilih pendapat imam Hanafi dalam membayar zakat fitrah, maka ia harus bertaqlid terlebih dahulu dan mengeluarkan zakat senilai ukuran yang telah diharuskan menurut ijtihad beliau. Sebab, ukuran zakat fitrah yang wajib menurut Imam Hanafi berbeda dengan pendapat imam mazhab lainnya.

REFERENSI:

  • Departemen Agama RI. Al-Hikmah. Alquran dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro. 2015.
  • Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Ibadah (Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji, Jakarta: Amzah, 2010.
  • An-Nawawi, Sahih Muslim bi Syarhi An Nawawi Juz VII, Beirut: Darul Fikr, 1982.
  • Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2011.
  • Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.
  • https://islam.nu.or.id/post/read/91591/beda-pendapat-ulama-soal-hukum-zakat-fitrah-dengan-uang.
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments