Rani, Rino, Rini. Kembar tiga tak serupa. Lahir dari ibu yang berbeda. Lah kok bisa?
Rani lahir pagi hari. Rino siang hari dan Rini sore hari.
Wow… kok seperti minum obat ya?
Yups….
Lahir di tanggal, hari, bulan dan tahun yang sama. Hari Sabtu wage.
Ibu kami mungkin sudah janjian jika mau lahiran harus hari yang sama. Aku pertama lahir diberi nama Rani, yang artinya Ratu.
Di antara kami bertiga aku pemimpinnya. Rino pelaksana dan Rini pengikut.
Rini paling kecil, mungil, imut, berkulit putih. Cengeng dan penakut.
Rino tegap berkulit coklat. Tapi kurang percaya diri.
Aku?
Tentu yang paling manis, kulit sawo matang dimakan sinar matahari.
Kami selalu bersama di sekolah dan di rumah. Rini sering pulang ke rumah sambil menangis. Aku dan Rino pasti kena marah.
Nasib, serba salah…!
Tidak diajak main minta ikut, jika ikut, pulang pasti menangis.
Aku dan Rino tidak suka main pasar-pasaran dan masak-masakan. Sedangkan Rini tidak mau main, mainan yang lain.
Aku dan Rino lebih suka bermain lomba memanjat pohon, pasti aku dong pemenangnya.
Bermain gundu dan kelereng.
Kami berdua sering meninggalkan Rini sendirian saat dia asik main masak-masakan. Kami pergi ke sungai menangkap ikan dan keong. Kami tidak akan pulang ke rumah sebelum baju di badan kering. Sambil menunggu baju mengering kami mencari capung dan belalang.
Ada kejadian yang cukup berkesan saat aku dan Rino menangkap capung. Terlalu asik mengejar-ngejar capung. Kami tidak menyadari jika kami sudah berada di pinggir empang.
Empang milik tetangga kami, yang memelihara ikan mas merah dan ikan nila.
Rino terpeleset, dan masuk empang, kepala di bawah kaki di atas.
Waduh..
Aku sudah berusaha menarik kaki Rino, tidak kuat.
Aku berlari mencari Pakde Darso yang biasa memberi makan ikan-ikan.
Alhamdulillah…
Rino segera bisa ditolong Pakde Darso.
Aku sangat cemas, lututku lemas, dan tak mampu bicara apa-apa. Aku takut terjadi sesuatu dengan Rino.
Sejak saat itu aku tidak pernah mau menangkap capung lagi. Aku takut masuk empang.
Sebagai penggantinya kami memikat burung di ladang di hutan perdu.
Tidak juga berjalan mulus. Kami malah pernah dikejar babi hutan.
Babi hutan banyak di tempat kami. Siang bolong mencari makan.
Burung tak dapat. Badan babak belur, Alhamdulillah masih selamat.
Kami tidak pernah cerita kepada ibu kami. Kalau kami cerita pasti kami tidak dibolehkan bermain ke luar rumah lagi.
Ya Allah…
Maafkan kami, bukan kami bermaksud berbohong. Tapi kami hanya bermaksud mengeksplor!
BIOGRAFI PENULIS
Titin Suarni, Lahir di Kerinci-Jambi. Saat ini menetap di Kota Metro-Lampung. Alumni SD Negeri No. 78 Pematang Lingkung, SMP Negeri Tamiai, SMA Negeri 2 Danau Kerinci.
Menamatkan S1 di Universitas Negeri Padang Tahun 2000, di Fakultas Bahasa, Sastra dan Seni, jurusan SENDRATASIK (Seni Drama, Tari dan Musik) dengan program minor Seni Tari.
Hobi membaca, deklamasi puisi, menari, dan bermain peran (actian) sudah dilakoni sejak sekolah SD hingga kuliah di Perguruan Tinggi. Hobby tersebut terus berlanjut sampai menjadi guru di SMA Negeri 4 Metro dari Tahun 2005 sampai sekarang. Bukan lagi menjadi pelaku yang tampil sebagai penari atau aktor tapi hanya sebagai pelatih dan pembina di bidang seni. Menjadi seorang guru yang memiliki tiga anak laki-laki memiliki kesan tersendiri.
Hobby menulis menjadi aktifitas baru, selama menjalani kebijakan pemerintah yang mengharuskan belajar, bekerja dan ibadah di rumah saja. Beberapa buku antologi sedang proses cetak, in sya allah buku solo segera menyusul naik cetak ke penerbit.
Penulis berdomisili di jalan Cemara no.30 Kelurahan Margorejo Kecematan Metro Selatan Kota Metro Lampung Mencoba aktif di medsos FB, Titin Suarni dengan alamat e-mail titinsuarni@gmail.com atau suarnititin2@gmail.com serta IG. Titinsuarni dengan no. WA. dan Telegram 0852 6981 0403