Monzer Kahf merupakan tokoh ekonomi dari Mazhab Maintream bersama dengan Abdul Mannan dan Nejatullah Siddiqi. Hal ini karena pembangunan ekonominya lebih mengarah kepada noeklasik.
Menurut Monzer Kahf, ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdispliner, dalam arti kajian ekonomi Islam tidak dapat berdiri sendiri tetapi perlu penguasaan yang lebih mendalam terhadap ilmu-ilmu syariah dan ilmu pendukungnya juga terdapat ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis, seperti matematika, statistik, logika, dan ushul fikih (Amalia, 2009:114).
Al-Sadr memiliki pandangan yang berbeda dengan ekonomi Muslim lain dalam melihat konsep dan sistem ekonomi Islam. Al-Sadr memandang ekonomi Islam bukanlah sebuah disiplin ilmu, melainkan sebuah mazhab atau doktrin yang merekomendasikan Islam.
Dengan demikian, ekonomi Islam adalah doktrin karena ia membicarakan sebuah aturan dasar dalam kehidupan ekonomi yang berhubungan dengan ideologinya mengenai keadilan (sosial). Oleh sebab itu kehadiran Islam, khususnya ajaran ekonomi, bukan hendak menemukan fenomena tentang ekonomi di tengah masyarakat, akan tetapi ingin menerapkan ajaran Islam di bidang ekonomi.
Menurut Akram Khan, ekonomi Islam adalah “Islamic economics aims the study of he human falah (well-being) achieved by organizing the resources of the aerth on the basic of cooperasion and participation.” Secara lepas dapat diartikan bahwa ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagian hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sember daya alam atas dasar bekerja sama dan berpartisipasi (Akram Khan, 1994:33). Definisi ini memberikan dimensi normatif (kebahagian hidup didunia dan akhirat) serta dimensi positif (mengorganisasi sumber daya alam) (Huda, dkk, 2007:7).
Ekonomi, secara umum didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Ekonomi Islam merupakan bagian integral dari sistem ajaran Islam.
Dia merupakan ekonomi ilahiah, karena titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencapai ridha Allah dan cara-caranya tidak bertentangan dengan syariat-Nya. Dia bukan lahir sebagai produk alternatif dari sistem yang berlaku sekarang, tetapi merupakan sunatullah yang seharusnya diaplikasikan di sepanjang lembaran sejarah peradaban manusia (Sanrego, 2010:188).
Menurut Muhammad Sharif Chaudhry sistem ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan dalam praktik (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan/perundang-undangan Islam (sunatullah) (Lubis dan Wadji, 2012:15).
Dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku manusia untuk memproduksi barang dan jasa, dan rangka mengorganisasikan faktor distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa landasan dalam peraturan/perundang-undangan Islam.
Beberapa ekonom memberikan pandangan atau penegasan bahwa ruang lingkup dari ekonom Islam adalah masyarakat Muslim atau negara Muslim sendiri. Jadi, mempelajari perilaku ekonomi dari masyarakat atau Negara Muslim di mana nilai-nilai ajaran Islam dapat diterapkan.
Tetapi pendapat lain tidak memberikan batasan seperti ini, melainkan lebih kepada penekanan terhadap perspektif Islam tentang masalah ekonomi pada umumnya. Dengan kata lain, titik tekan ilmu ekonomi Islam adalah pada bagaimana Islam memberikan pandangan dan solusi atas berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi umat manusia secara umum. (Di kutip dari yudistiraabdipane.blogspot.com)
Sejarah pemikiran ekonomi Islam menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi, ekonomi Islam bukan semata-mata bidang kajian yang berdasarkan pada persoalan-persoalan nilai, tetapi juga bidang kajian keilmuan. Keterpaduan ilmu dan nilai menjadikan ekonomi Islam sebagai konsep yang integral dalam membangun keutuhan hidup masyarakat.
Namun karena dominasi pemikiran ekonomi konvensional menjadikan ekonomi Islam belum mampu berkembang ekonomi Islam belum mampu berkembang sebagaimana yang diharapkan. Konsekuensinya, perkembangan ekonomi Islam telah diawali sejak Muhammad SAW dipilih sebagai Rasul (utusan Allah). Rasulullah SAW mengeluarkan sejumlah kebijakan yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah perniagaan atau ekonomi (muamalah) (Sudarsono, 2007:117).
Secara kronologi, menurut Siddiqi sejarah pemikiran ekonomi Islam bisa dikelompokkan ke dalam tiga periode. Periode pertama, yang ditandai dengan munculnya pemikiran ekonomi Islam sampai tahun 450 H seperti Zayd bin Ali, Abu Hanifa, Awzai, Malik, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan al-Syaibani, Yahya bin Dam, Shafi’i, Abu Ubaid, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Hambal, Yahya ibn Umar, Qudamah bin Ja’far, Abu Jafar al-Dawudi, al-Mawardhi, Hasan al-Bashri, Ibrahim bin Dam, Fudayl bin Ayad, Ma’ruf Karkhi, Dzul Nun al-Misri, Ibn Maskawih, Al-Kindi, Ibn Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Hazm.
Empat ratus tahun berukutnya yaitu periode kedua, dan intelektual yang lahir pada periode ini antara lain al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Khaldun, Syamsuddin al-Sarakhsi, Nizamul Mulk Tusi, Ibn Mas’ud al-Kasani, al-Shaizari, Fakhriddin al-Razi, Najnudin al-Razi, Ibnul Ukhuwa, Ibn al-Qayyim, Muhammad bin Abdulrahman al-Habashi, Abu Ishaq al-Shatibi, al-Maqrizi, al-Qushayri, al-Hujwary, Abdul Qadir Jailani, al-Attar, Ibnul Arabi, Jalaludin Rumi, Ibnu Baja, Ibnu Tufayl, dan Ibnu Rusyd.
Lima ratus tahun berikutnya yaitu periode ketiga dengan cendekiawan semisal Syah Waliullah, Muhammad Ibn Abdul Wahab, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Ibnu Nujaym, Ibnu Abidin, dan Syeh Ahmad Sirhindi.
Masa berikutnya adalah masa di mana lahir banyak tokoh pemikir kontemporer yang pada akhirnya membentuk mazhab pemikiran dalam ekonomi Islam (Siddiqi, 1999:71), di antaranya: Khursyid Ahmad, Nejatullah Siddiqi sendiri, Umer Chapra, Afzalurrahman, Muhammad Abdul Mannan. Mereka bukan saja mengembangkan pemikiran, tetapi berusaha merekontruksi ekonomi Islam, baik sebagai ilmu maupun sebagai sistem (Amalia, 2009:111).
Tetapi kontribusi kaum Muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah diabaikan oleh para ilmuwan Barat.
Bahkan, buku-buku teks ekonomi Barat yang diajarkan di universitas-universitas terkemuka hampir tidak pernah tidak menyebutkan peranan kaum Muslimin ini. Dengan demikian, sekalipun terjadi ketidakjujuran ilmiah yang dilakukan pemikir-pemikir Barat, pemikir-pemikir ekonomi Islam telah mengidentifikasi banyak konsep, variabel, dan teori-teori ekonomi yang masih relevan hingga saat ini (Salim, 2009:341).
Secara garis besar, peta pemikiran dan kecenderungan dalam memahami ekonomi Islam menurut Akram Khan, terdapat tiga bagian besar. Pertama, pendekatan yuridis. Mereka memberikan kontribusi dalam pembahasan ekonomi Islam melalui pendekatan legalistik dan membahas konsep-konsep dasar dari prinsip ajaran Islam berkaitan dengan ekonomi, misalnya pembahasan masalah riba, zakat, bank, kemiskinan, dan pembangunan.
Kedua, pendekatan modernis (alternatif kritis) mereka tidak melakukan pendekatan legalistik, tetapi lebih kepada pendekatan rasionalitas kritis terhadap persoalan-persoalan ekonomi dan masyarakat yang langsung dari sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Dengan proses ijtihad yang mereka lakukan memberikan kontribusi pada pengembangan pemikiran ekonomi yang lebih realistik dengan kenyataan sosial. Meskipun mendapatkan reaksi dari pihak-pihak lain yang tidak mengakui pendekatan metodologi yang dilakukannya.
Ketiga, pendekatan yang dilakukan oleh para sarjana ekonomi yang belajar di Barat dan mengembangkan pemikiran ekonomi Islam melalui istilah-istilah dan pendekatan mainstream ekonomi konvensional (pendekatan neoklasik dan sintesis Keynesian). Analisis mereka menggunakan teknik-teknik pendidikan dan pelatihan ekonomi yang mereka pelajari.
Adapun volker Nienhaus menyebutkan, sebagaimana dikutip oleh Dawam Rahardjo (dalam Iswadi. 2007:54-55) bahwa ada empat pendekatan utama dalam kajian ekonomi. Pertama, pragmatis, yaitu sebuah pendekatan yang ditandai dengan penolakan ideologi-ideologi ekonomi yang diikuti dengan melakukan sintesis atau ekleksi. Pendekatan ini berarti mencampur berbagai gagasan dan teori yang diaanggap paling praktis untuk dilaksanakan.
Kedua, resilatif, yaitu pendekatan yang mengacu pada teks ajaran Islam, terutama hukum fikih, teologi, dan etika ekonomi. Ketiga, utopian, yaitu sebuah pendekatan mengenai gambaran dunia yang diinginkan. Pendekatan ini dikembangkan dengan merumuskan model manusia, misalnya homo economicus atau manusia altruistis, menuju model masyarakat yang dicita-citakan. Keempat, adaptif, yaitu sebuah pendekatan yang berusaha melakukan penyesuian diri berdasarkan kondisi tempat dan sejarah umat Islam.
Penulis Adalah, Anggota Komunitas Menulis Al-Mujaddid, Mahasiswi STIE Syari’ah Al-Mujaddid, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.