Dari Anas bin Malik Ra, “Rasulallah saw bersabda, “Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu hewan putih tinggi yang lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari kuda, yang bisa meletakkan kakinya sejauh pandangannya, saya menaikinya dan berjalan bersamanya hingga sampai di Baitul Maqdis, lalu saya mengikatnya dengan tali yang biasa dipakai oleh para Nabi, kemudian saya masuk ke Baitul Maqdis dan salat di dalamnya dua rakaat, kemudian saya keluar hingga Jibril As, datang kepadaku dengan membawa satu bejana arak dan satu bejana susu, maka saya memilih susu.” (HR Ahmad. Musnadul Imam Ahmad bin Hanbal, Tahqiq: Syu’aib Al-Arnaut, Jilid 38, No. Hadis 23.332, 1416 H/1996 M). hal. 357
Ibnu Hisyam dalam kitabnya menuliskan kisah Isra dan Mikrajnya Rasulallah saw sesudah Rasulallah saw berjumpa dengan Adam di langit pertama. Rasulallah saw bersabda “Kemudian Aku melihat orang-orang bermoncong seperti moncong unta, tangan mereka memegang segumpal api seperti batu-batu, lalu dilemparkan ke dalam mulut mereka dan keluar dari dubur. Aku bertanya: “Siapa mereka itu, Jibril?” “Mereka yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim,” Jawab Jibril. Kemudian aku melihat orang-orang, dihadapan mereka ada daging yang gemuk dan baik, di samping ada daging yang buruk dan busuk. Mereka makan daging yang buruk dan busuk itu dan meninggalkan yang gemuk dan baik. Aku bertanya “Siapakah mereka itu?” Jibril Menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang meninggalkan perempuan yang dihalalkan Allah dan mencari perempuan yang diharamkan.” (Ibn Hisyam, Sirah Nabi, jilid 2, Kairo: Dar As-Sahabah, 1416 H/1995 M). hal. 15
Sepenggal kisah Perjalanan Isra dan Mikraj Rasulallah saw diatas memunculkan sebuah pertanyaan, apakah Rasulallah Isra dan Mikraj dengan Jasad atau dengan ruh?. Perlu diketahui bahwa peristiwa Isra dan Mikraj terjadi pada tahun 621 M sebelum Rasulallah saw hijrah ke Madinah. Walaupun apa pendapat yang mengatakan bahwa Isra dan Mikraj terjadi pada tahun ketika Rasulallah diutus. Tahun kelima kenabian. Tahun sepuluh kenabian, tanggal 27 Rajab. Ada juga yang mengatakan terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun dua belas kenabian dan pendapat lain yaitu pada tahun tiga belas kenabian, bulan muharram atau pada 17 Rabiul Awwal. (Safiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum, Kairo: Dar ibn Khaldun, tt). hal. 126
Munculnya perbedaan apakah Rasulallah Isra dan Mikraj dengan ruh atau jasad, hal ini disebabkan oleh beberapa kisah yang berbeda. Salah satunya adalah kisah Hindun Binti Abu Thalib. Hindun menceritakan “Ketika itu Rasulallah bermalam di rumah saya. Selesai salat akhir malam (Isya), ia tidur dan kami pun tidur. Pada waktu sebelum subuh Rasulallah sudah membangunkan kami. Sesudah melakukan salat subuh bersama-sama kami, Rasulallah berkata: ‘Um Hani’, saya sudah salat akhir malam (Isya) bersama kalian seperti yang kau lihat di lembah ini. Kemudian saya ke Baitul Maqdis (Yerussalem) dan salat di sana. Sekarang saya salat subuh bersama kalian seperti yang kau lihat.”
Dari kisah Hindun Binti Abu Thalib itulah orang mengatakan bahwa Isra dan Mikraj Nabi dengan ruh. Ditambah lagi keterangan dari ‘Aisyah yang menceritakan “Jasad Rasulallah saw tidak hilang, tetapi Allah menjadikan Isra itu dengan rohnya”. Juga ketika Mu’awiyah bin Abi Sufyan ditanya tentang isra. Beliau menjawab “Itu mimpi yang benar dari Allah”. Di samping itu semua orang berpegang kepada firman Allah. “… dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi Manusia…” (QS Al-Isra/17 : 60). Dalam ayat ini para mufassir menjelaskan bahwa kalimat ru’ya yang dimaksud adalah penglihatan yang dialami Rasulallah saw pada waktu malam Isra dan Mikraj.
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa Isra dan Mikraj dengan Jasad yaitu kisah yang diceritakan oleh Rasulallah saw sendiri kepada kaumnya. Lalu mereka mengatakan bahwa mereka belum pernah mendengar cerita yang demikian ini. Sebagai bukti bahwa Isra dan Mikraj ini benar, maka Rasulallah menceritakan bahwa beliau melewati sebuah kafilah, dan ketika ada seekor unta kafilah tersebut tersesat, Beliaulah yang menunjukkan jalannya. Beliau juga melewati sebuah kafilah yang sedang tertidur lalu beliau minum dari tempat minum mereka lalu menutupnya seperti semula. beliau juga menyebutkan ciri-ciri dari unta kafilah tersebut. ketika hal ini ditanyakan kepada kafilah yang yang diceritakan oleh Rasulallah, mereka membenarkan.
Muhammad Husain Haikal dalam bukunya Sejarah Hidup Muhammad menghubungkan antara Isra dan Mikraj dengan Ilmu pengetahuan. Dan beliau menyebutkan bahwa Isra dan Mikraj Rasulallah saw dilakukan dengan Ruh. Beliau menulis “Apabila tenaga-tenaga yang murni itu bertemu, maka sinar kebenaran akan memancar. Dalam bentuk-bentuk tertentu sama pula dengan tenaga-tenaga alam ini, yang telah membukakan jalan kepada Marconi ketika ia menemukan arus listrik tertentu dari kapalnya yang sedang berlabuh di Venesia. Dengan suatu kekuatan gelombang udara arus listrik itu dapat menerangi kota Sydney di Australia.”
Beliau menambahkan bahwa ilmu pengetahuan zaman sekarang juga membenarkan teori telepati serta pengetahuan lain yang berhubungan dengan itu. Demikian juga transmisi suara di atas gelombang udara dengan radio, telefotografi (facsimile transmisi) dan Teleprinter lainnya, suatu hal yang tadinya masih dianggap pekerjaan khayal belaka. Apabila jiwa sudah mencapai kekuatan dan kemampuan yang begitu tinggi seperti yang sudah dicapai oleh jiwa Rasulallah saw, lalu Allah memperjalan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidilharam ke Masjidilaksa, yang di sekelilingnya sudah diberi berkah guna memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya, maka itu pun oleh ilmu pengetahuan dapat pula dibenarkan. (Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, Jakarta: Tintamas Indonesia, 2005).
Terlepas dari Isra dan Mikraj dengan ruh atau jasad, kita sebagai umat muslim tentunya perlu mengetahui kisah dari perjalanan Isra dan Mikraj Rasulallah saw dari sumber yang benar. Bukan hanya sekedar mengetahui, bagaimana kita juga dapat mengambil hikmah dari kisah perjalan Isra dan Mikraj tersebut. Semoga dengan peringatan Isra dan Mikraj yang kita laksanakan, dapat meningkatkan Iman, Amal, serta menambahkan cinta kita kepada Rasulallah saw.
M. Syukri Ismail / Dosen STAI YASNI Muara Bungo-Jambi / Mahasiswa Doktor UIN Sunan Ampel Surabaya.
Senin, 10 Mei 2016 / 2 Sya’ban 1437
With a focus on precision and reliability, BWER offers state-of-the-art weighbridge systems to Iraq’s industries, meeting international standards and supporting operational efficiency.
Serving Iraq with pride, BWER supplies high-performance weighbridges designed to improve transport logistics, reduce inaccuracies, and optimize industrial processes across all sectors.