Integrasi  Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni (IPTEKS)  dengan Iman dan Akal di era 4.0

Integrasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni (IPTEKS) dengan Iman dan Akal di era 4.0

Pendidikan
Oleh: Zainal Abidin

Di era digitalisasi seperti sekarang ini,  manusia di tuntut harus dapat dan mampu bersaing di berbagai aspek. Sebab setiap manusia berkesempatan untuk bersaing dengan manusia lainya. Jika manusia itu siap bersaing bisa jadi manusia itu dapat hasil manfaatnya. Akan tetapi upaya kesiapan dalam memenuhi tuntutan itu tidak hanya berbekal niat dan nekat saja, Tentu yang di siapkan salah satunya ialah upaya kesiapan ilmu.

Sebab Ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasikan, diorganisasikan, disistematisasikan, dan diinterpretasikan yang menghasilkan kebenaran obyektif, yang sudah diuji kebenarannya  dan dapat diuji ulang secara ilmiahnya. 

Secara etimologis, kata ilmu berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya telah disebut berulang-ulang  sebanyak 854 kali dalam Al-Qur’an. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan (Quraish Shihab:434).

Upaya selanjutnya ialah teknologi,  sebab teknologi merupakan salah satu budaya sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu pengetahuan. Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi umat manusia, akan tetapi bisa sebaliknya teknologi  juga dapat membawa dampak negatif berupa ketimpangan-ketimpangan (sosial, budaya, agama, ekonomi, pendidikan dll) dalam kehidupan manusia dan alam semesta yang berakibat kehancuran.

Oleh karena itu teknologi pada dasarnya bersifat netral, artinya bahwa teknologi dapat digunakan untuk kemanfaatan sebesar-besarnya atau bisa juga digunakan untuk kehancuran manusia itu sendiri.

Adapun seni termasuk bagian dari budaya manusia, sebagai hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya. Seni merupakan hasil ekspresi jiwa yang berkembang menjadi bagian dari budaya manusia.

Dalam pemikiran Islam, ada dua sumber ilmu yaitu wahyu dan akal. Keduanya tidak boleh dipertentangkan. Manusia diberi kebebasan dalam mengembangkan akalnya dengan catatan dalam pengembangannya tetap terikat dengan wahyu dan tidak bertentangan dengan syari’at.

Atas dasar itu ilmu terbagi dua bagian yaitu ilmu yang bersifat abadi (perennialknowledge), tingkat kebenarannya bersifat mutlak (absolut), karena bersumber dari wahyu Allah, dan ilmu yang bersifat perolehan (aquiredknowledge), tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relative), karena bersumber dari akal pikiran manusia.

Terkait dengan sumber ilmu (wahyu dan akal),  Islam merupakan ajaran agama yang kompleks dan  sempurna.  Kesempurnaannya dapat tergambar dalam keutuhan intisari ajarannya.  Ada tiga intisari ajaran Islam yaitu al-Iman, al-Islam, dan al-Ihsan.

Ketiga intisari ajaran itu terintegrasi di dalam sebuah sistem ajaran yang disebut Dinul Islam. Iman, Ilmu dan Amaal merupakan satu kesatuan yang utuh dan lengkap, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.

Iman di identikkan dengan akar dari sebuah pohon yang menopang tegaknya ajaran Islam. Sedangkan Ilmu bagaikan batang dan pohon itu yang mengeluarkan cabang-cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dan  amal ibarat buah dari pohon.

Berkenaan dengan keutamaan orang-orang yang berilmu bagi manusia, Al-Ghazali mengatakan, “Barang siapa berilmu, membimbing manusia dan memanfaatkan ilmunya bagi orang lain, bagaikan matahari, selain menerangi dirinya, juga menerangi orang lain, dia bagaikan minyak kasturi yang harum dan menyebarkan keharumannya kepada orang-orang yang berpapasan denganya.

Terkait  dengan pernyataan tersebut,  ada dua fungsi utama manusia di dunia ini yaitu sebagai abdun (hamba) dan sebagai khalifah. Makna dari abdun yaitu ketaatan, ketundukan, kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Tuhan. Sedangkan makna dari khalifah yaitu pertanggung jawaban  untuk menjaga keseimbangan alam lingkungan tempat manusia tinggal.

Manusia di berikan kebebasan dalam mengeksplorasikan kemampuannya dalam menggali sumber-sumber daya serta memanfaatkannya guna memenuhi kebutuhan hidupnya dan antar sesama manusia.Tentu dalam memanfaatkannya memerlukan ilmu pengetahuan dan  teknologi yang memadai dan berlandaskan iman dan taqwa. Supaya dapat menjaga esensi atau makna dari fungsi manusia itu sendiri di era digitalisasi ini. Apabila manusia sudah memiliki aspek-aspek tersebut diharapkan ia siap menghadapi persaingan di era 4.0 saat ini dan era yang akan datang.

Penulis Adalah Dosen STIE Syari’ah Al-Mujaddid, Tanjung Jabung Timur

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Heri. N
5 years ago

amazing

4 years ago

Barokallah.
🖋👍🙏