Guru dan Revolusi 4.0

Guru dan Revolusi 4.0

Pendidikan
Oleh : Amri Ikhsan
Oleh : Amri Ikhsan

Baru disadari begitu berpengaruhnya revolusi industri 4.0 (RI 4.0). Revolusi ini sudah merambah ke semua sektor, termasuk sektor pendidikan. Dalam konteks ini, tentu guru menjadi andalan, yaitu guru yang profesional dan mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah.

Stakeholder pendidikan wajib menyadari bahwa esensi dari RI 4.0 adalah revolusi budaya, revolusi manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tidak hanya revolusi di bidang teknologi saja, tetapi revolusi perilaku sosial dan perilaku budaya. RI 4.0 membawa berbagai perubahan bagi kehidupan masyarakat, yang dicerminkan dalam sistem siber, dan kemajuan teknologi informasi. (Natsir)

RI 4.0 ditandai oleh hadirnya lima hal: kecerdasan buatan (artificial intelligency), internet of things, human-machine interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi percetakan tiga dimensi (3D) (Kompas). Menghadapi kehadiran perubahan ini maka pendidikan  diharuskan menyesuaikan diri. Era pendidikan yang dipengaruhi oleh RI 4.0 disebut Pendidikan 4.0. Pendidikan 4.0 merupakan pendidikan  yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau dikenal dengan sistem siber (cyber system). Sistem ini mampu membuat proses pembelajaran dapat berlangsung secara kontinu tanpa batas ruang dan batas waktu (Serambinews), sistem digitalisasi (Kemristekdikti).

Pendidikan 4.0 membantu pekerjaan menjadi lebih efisien dan efektif, atau lebih mudah dan sederhana. Menutup kesenjangan akses, peningkatan digitalisasi dan otomasi ini juga berdampak signifikan terhadap pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. (Kemendikbud)

Guru yang merupakan salah satu aktor pendidikan harus memanfaatkan perkembangan ini. Reformasi kepemimpinan sekolah, pemberdayaan dan profesionalisme guru dan pengawas, kurikulum yang realistis dan dinamis, sarana dan prasarana yang tercukupi, serta teknologi informasi pembelajaran terkini menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi. Artinya masih banyak peluang yang bisa dilakukan memanfaatkan RI 4,0 ini.

Mau tidak mau, suka tidak suka, guru harus siap menghadapi era pendidikan  4.0 meskipun masih disibukkan oleh beban mengajar, tekanan ‘perilaku milinial peserta didik, beban kurikulum, administratif yang sangat padat bahkan rapor digital belum terbiasa. Jika tidak, maka siswa akan terus tertinggal, nyaman dengan ‘status quo’, dan efeknya tidak mampu bersaing, ‘jago kandang’, hanya menjadi penonton dalam menghadapi implikasi RI 4.0.

Akibatnya proses pembelajaran menjadi hanya seremonial belaka, hanya untuk menggugurkan kewajiban. Guru dalam kondisi tertentu tidak lagi memiliki waktu untuk memberi peluang siswa menjelajahi daya-daya kreatif, berinteraksi untuk membuka cakrawala berpikir siswa. Proses pembelajaran membuat interaksi sosial siswa terbatasi, daya kreasinya terbelenggu, dan daya tumbuh budi pekerti terganggu.

Stakeholder pendidikan rasanya harus juga mendengar kekawatiran Jack Ma tentang peran guru dalam era pendidikan 4.0: Jika tidak mengubah cara mendidik dan belajar-mengajar, maka 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan besar. Pendidikan dan pembelajaran yang sarat dengan muatan pengetahuan mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan sebagaimana saat ini terimplementasi akan menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berkompetisi dengan mesin.

Harus disadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua materi pembelajaran yang diperlukan: luasnya cakupan kurikulum, terbatasnya waktu, kesibukan guru, konteks pembelajaran yang tidak selalu sesuai, guru bukan lagi satu satunya sumber belajar, perkembangan teknologi, dll.

Waktunya bagi pendidikan untuk mulai menginisiasi sebuah kebutuhan akan penting mengajar siswa tentang bagaimana belajar (metakognitif). Belajar tersebut dapat menggunakan berbagai sumber sebagai “akibat” dari perkembangan teknologi informasi yang menembus batas geografis, tempat, waktu, sosial, dan politis. Pesan-pesan dapat lebih cepat, lebih bervariasi, serta berpotensi untuk lebih berdaya guna bagi si penerima.

Pendidikan 4.0 akan berdiskusi tentang teknologi informasi yang telah mengubah cara orang hidup dan mendapat penghidupan. Pendidikan 4.0 mempraktekkan kepingan uang hari ini tidak lagi menjadi bukti bagi transaksi jual beli. Metode pembayaran juga tidak lagi berhadap-hadapan. Uang beralih bentuk menjadi bukti virtual. Screenshoot bukti transfer dari rekening, transaksi bisa dipenuhi dan barang akan datang dalam hitungan jam atau hari.

Dibiasakan juga, tidak perlu lagi pergi ke travel agent untuk pesan tiket, tidak perlu lagi datang ke toko makanan untuk pesan makanan, tidak perlu lagi datang ke kantor pos untuk bayar rekening listrik, PDAM, dll. Semuanya supercepat atau quantum semakin menjadi kenyataan. Pertanyaannya, Apakah kompetensi alih teknologi masih gagap di kalangan pendidik?. Apakah guru siap dengan digitalisasi disemua lini kehidupan?

Oleh karena itu, setidaknya terdapat lima kualifikasi dan kompetensi guru yang dibutuhkan di era Pendidikan 4.0.: (1) educational competence, kompetensi mendidik/pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic skill di era ini; (2) competence for technological commercialization, punya kompetensi membawa siswa memiliki sikap kewirausahaan dengan teknologi atas hasil karya inovasi siswa; (3) competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan problem nasional;

Kemudian, (4) competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-resources, staff mobility dan rotasi, paham arah SDG’s, dan lain sebagainya. (5) conselor competence, mengingat ke depan masalah anak bukan pada kesulitan memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat tekanan keadaan yang makin komplek dan berat. (Kampusdesa)

RI 4.0 bukan untuk ditakuti oleh para guru, karena perubahan adalah hal yang mutlak terjadi. Perubahan teknologi terjadi sangat cepat, pendidikan mestinya menyesuaikan untuk beriringan dengan perubahan teknologi tersebut, sehingga kapasitas dan kompetensi guru berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi.

Meski teknologi informasi terus berkembang, tetapi peran guru sebagai pendidik tidak akan tergantikan. Tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi setiap peserta didik. RI 4.0. bisa membantu guru menjalankan tugasnya, tidak bisa diserahkan ‘bulat bulat’ ke teknologi ini.

RI 4.0. adalah revolusi industri yang serba digital, padahal pendidikan memerlukan integritas dan kepribadian. Memang pendidikan memerlukan teknologi, tapi siswa yang merupakan bagian dari pendidikan memerlukan keteladanan, kepercayaan, cinta, komunikasi, interaksi, humor, kepercayaam, apresiasi, motivasi, kehangatan, ini hanya bisa dilakukan oleh guru.

Kolaborasi RI. 4.0. dengan guru yang bijak dengan teknologi akan membuat ndonesia menjadi bangsa yang berbudaya, cerdas, bermutu dan berkarakter, serta mampu bersaing dalam kancah pergaulan global.

Memang posisi guru tak tergantikan oleh teknologi secanggih apapun. Selamat Hari Guru Nasional (HGN) Tahun 2020!

*) Penulis adalah Guru di Madrasah

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments