Pandemi Covid-19 (Corona Virus Disease) yang sudah merajai dari awal tahun 2020 khususnya untuk wilayah Indonesia, berimbas pada berbagai sektor kehidupan, salah satunya sektor pendidikan. Guna mengantisipasi penyebaran virus Covid-19, maka pemerintah Indonesia menerapkan proses pendidikan secara daring. Hal ini sesuai edaran Mendikbud No.4 Tahun 2020, di mana proses belajar dilakukan secara daring. Daring (dalam jaringan) merupakan upaya penyediaan akses terhadap berbagai hal yang terhubung dengan jaringan internet. Untuk mensupport kebijakan tersebut, sejak tanggal 13 April 2020, pelajar juga bisa mengikuti materi sekolah melalui Stasiun TV Nasional TVRI. Sayangnya tidak semua siswa memiliki TV di rumah masing-masing.
Kebijakan tersebut suka ataupun tidak suka harus diikuti oleh siswa, guru, maupun orang tua. Pembelajaran daring dimulai dari awal Maret 2020, siswa dan guru belajar tanpa tatap muka di kelas, namun kelasnya dialihkan dalam bentuk kelas online baik dalam bentuk Google Classroom, Zoom, dan sebagainya. Berbagai polemik terjadi baik oleh guru orang tua maupun dari siswa. Salah satu problem yang dihadapi yaitu sebagian guru tidak menguasai kemajuan teknologi. Orang tua pun tidak semuanya familiar dengan berbagai aplikasi yang bisa digunakan untuk proses pembelajaran.
Gadget adalah faktor pendukung utama guna tercapainya pembelajaran daring. Tidak dapat dipungkiri belajar dengan gadget juga akan meningkatkan intensitas bermain gadget yang berlebihan. Gadget sama halnya dengan kopi, bisa menimbulkan ketagihan bagi para penikmatnya. Hasil penelitian Setianingsih (2018) menunjukkan bahwa kecanduan gadget dapat meningkatkan resiko gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Orang tua harus ekstra hati-hati dalam memberikan kewenangan bagi anak dalam memanfaatkan gadget tersebut.
Gadget tanpa kuota tiada berarti. Kuota menjadi permasalahan tambahan ketika siswa diwajibkan untuk mengikuti kelas online, namun paket kuota tidak disediakan. Hal ini tentu menjadi tambahan beban bagi orang tua siswa. Terlebih Work From Home (WFH) yang diterapkan pemerintah mengharuskan orang tua untuk menghemat pengeluaran. Selain itu siswa yang berada di daerah terkadang kesulitan dalam hal koneksi internet. Sinyal yang hilang timbul memunculkan dilema bagi siswa, guru, dan orang tua.
Wabah virus mengharuskan siswa untuk tetap berada di rumah, dan tentunya belajarpun harus dari rumah. Berada di rumah juga diartikan “libur dadakan” bagi siswa. Libur merupakan hal yang mengasyikkan, namun rasa bosan akan datang ketika libur berlangsung lama. Siswa yang biasanya bertemu dengan kawan sejawat, harus mengisolasi diri menghindarkan diri dari kebiasaan yang selama ini dilakoni. Tentu bukan hal yang menyenangkan bukan ?
Di samping itu tugas yang dihadapi secara terus-menerus akan menambah rasa bosan pada siswa, sehingga tugas terkadang dikerjakan secara asal-asalan. TV pun terkadang hidup non stop dari pagi hingga sore bahkan malam, namun tidak semua stasiun TV menyajikan tayangan yang layak ditonton oleh pelajar.
Guna mengatasi bosan pada anak selama di rumah, orang tua harus ekstra sabar dan penuh kreatifitas dalam mengisi keseharian anak. Menyiapkan berbagai makanan, dan membantu anak dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru di sekolah, yang pastinya menambah kerepotan di rumah. Orang tua biasanya hanya menerima laporan dari guru terkait perkembangan anak selama mengikuti proses pembelajaran di sekolah, tanpa terlibat langsung dalam aktivitas anak di sekolah. Terkadang orang tua seakan tidak terima jikalau guru memberikan laporan yang kurang baik terhadap anak. Bagi orang tua yang paham makna pendidikan, akan menjadi lebih bersemangat dan tertantang memperhatikan tumbuh kembang anak dalam menguasai pelajaran. Dari segi agamapun orang tua bisa memantau kegiatan sholat dan mengaji anak. Saat pandemik inilah orangtua diberikan kesempatan untuk mereview sendiri tumbuh kembang anak, dan menyicipi betapa besar tantangan menjadi seorang guru. Profesi yang terlihat mudah untuk dilaksanakan namun sukar pengaplikasian dalam keseharian, dan pastinya hanya guru yang mampu sabar dengan beragam tingkah laku yang aneh bin unik dari para peserta didik.
Payakumbuh, 25 April 2020
Lili Andriani
STIKES Harapan Ibu Jambi