Daun Kelor

Daun Kelor

Cerpen
Oleh: Nita Sembiring Kembaren

Salah kok ngotot? Istilah ini sering terucap ketika terjadi suatu perdebatan antara dua orang. Hal yang sama pernah terjadi pada diriku beberapa bulan lalu. Kenapa ‘ngotot? Karena aku sedang mempertahankan keyakinan ku pada satu hal yang tiba-tiba ada yang berkata bahwa itu salah, padahal bertahun-tahun lamanya aku sudah menganggapnya suatu kebenaran.

Pada waktu masih kecil mamak ku dan juga mamak yang lain di kampung  sering berkata pada anak-anaknya,  “Jangan pergi jauh-jauh karena ada penculik anak-anak.” Nun katanya penculikan itu sudah terjadi di beberapa tempat di daerah lain.

Penculik itu akan menculik anak untuk diambil kepalanya. Lebih menakutkannya lagi penculik itu punya komplotan. Mereka  semua memiliki ilmu hitam, sehingga mereka bisa menghilang dan menyamar jadi orang lain.

Tetapi sehebat-hebatnya ilmu hitam pasti ada penangkalnya. Usut punya usut ilmu hitam para penculik itu akan lemah jika ditangkal dengan bambu kuning dan daun kelor. Aku masih ingat sepulang sekolah aku dan teman-teman pergi ke pinggir sungai yang namanya Lau Tepu untuk mengambil bambu kuning.

Kami memotong bambu itu menjadi potongan kecil lalu menyusunnya dengan sebuah tali sehingga bisa menjadi gelang dan kalung. Setiap hari kami memakai kalung dan gelang supaya tidak bisa diculik oleh para penculik yang berilmu hitam itu. Selain bambu kuning, katanya daun kelor juga sangat ampuh untuk menangkal ilmu hitam mereka (katanya).

Dengan adanya daun kelor maka penculik itu tidak bisa menghilang atau berubah wujud. Pada suatu hari ketika sedang di ladang, aku bertanya pada seorang ibu-ibu yang biasa ku panggil bibik. “Bik daun kelor itu seperti apa sih?” 

Aku bertanya begitu karena aku sudah beberapa hari berpikir akan daun kelor. Aku masih sangat takut dengan cerita penculik anak-anak walaupun sudah pakai kalung dan gelang dari bambu kuning. Aku pikir dengan adanya daun kelor dan membawanya kemana-mana maka aku akan menjadi lebih aman.

 Bibik yang aku tanya Itu juga agak bingung dan tersenyum. “Daun kelor itu kayak daun itu,” katanya sambil menunjuk sebuah pohon talas. “Oh daun kelor itu kayak daun talas ya?” tanyaku lagi  sambil memperhatikan daun itu. “Iya,” jawabnya singkat.

Karena aku masih penasaran aku kembali bertanya. “Warnanya seperti apa, Bik?”

“Warnanya seperti merah keungu-unguan.”

“Seperti itu?” kataku sambil menunjuk ke bawah pohon kemiri yang dibawahnya banyak talas liar.

“Iya…iya…,” jawab bibik itu lagi membuat aku semakin yakin.

Nah sejak saat itu aku selalu mengatakan kepada teman  kalau talas itu bisa dipakai untuk menangkal ilmu hitam.

 Ketika ada orang bertanya mengenai daun kelor aku bilang kalau di ladang ku banyak daun kelor. Aku sangat yakin bahwa itu benar-benar daun kelor. Saat mendengar lagu “Cintamu seluas daun kelor” bayanganku cintanya itu seluas daun talas liar.

Pernah suatu hari aku mau ke apotik Djati negara, kata tetangga, apotik itu ada di gang kelor. Setiap mendengar kata kelor otakku merujuk ke daun talas liar yang pernah ditunjukkan oleh bibikku.

Perdebatan mulai terjadi ketika suatu hari adikku bilang kalau daun kelor itu kecil-kecil. Dia juga mengatakan kalau daun kelor bisa menangkal santet. Aku setuju bisa menangkal santet karena dulu juga aku pakai untuk menangkal ilmu hitam.

Yang aku tidak percaya adalah daun kelor daunnya kecil-kecil dan pohonnya kurang lebih  seperti pohon belimbing sayur. Pada saat itu kami tidak sempat membahas daun kelor lebih jauh karena ada satu hal yang membuat pembicaraan kami terputus.

Berawal dari cerita seorang teman yang menanam daun kelor di depan rumahnya, aku kembali teringat akan bentuk daun kelor yang sebenarnya. Aku masih yakin kalau daun kelor itu seperti daun talas, sebaliknya dengan temanku, dia juga ‘ngotot kalau daun kelor tidak sama dengan daun talas. “Daun kelor itu kecil-kecil, bukan kayak daun talas,” katanya.

“Iya, seperti daun talas. Di ladangku di kampung banyak daun kelor, daun kelor di kampungku kayak daun talas,” kataku dengan yakin. Aku sudah mengetahui dan meyakini kalau daun kelor itu  seperti daun talas hampir tiga puluh tahunan lamanya, bagaimana mungkin tiba-tiba aku percaya kalau daunnya kecil-kecil kayak daun belimbing? Perdebatan pun berlanjut. Aku masih juga masih ‘ngotot.

Saat kami sedang berdebat, tiba-tiba ada teman lain yang datang. Ia juga mendengar pembicaraan kami. Dia juga mengatakan kalau daun kelor itu bukan seperti daun talas tapi kecil-kecil hampir seperti daun belimbing. “Kalau kamu tidak percaya ya sudah, tapi kamu bisa cek di google seperti apa daun kelor yang sebenarnya,” katanya sambil tertawa.

“Hahaha,” akupun tertawa geli. Setelah melihat di google ternyata benar daun kelor itu seperti daun belimbing, kecil-kecil. Selama ini aku yakin kalau daun kelor seperti daun talas karena kata bibik di kampung begitu. Bisa saja dulu dia asal jawab.

Dia mengatakan hal itu karena dia merasa terganggu dengan pertanyaanku. Dulu tidak ada google jadi aku bertanya kepada yang lebih tua, tapi orang tua belum tentu tahu segalanya. Sekalipun dia jawab salah tapi aku percaya. Kepercayaan itu menjadi suatu keyakinan yang sudah menahun. Hahahaha salah kok ‘ngotot!

Salam Damai.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments