Di era agraris, kegiatan dakwah dan peran Ulama, da’i dan tokoh Agama begitu kuat dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat. Namun, di era modern ini masyarakat tidak lagi berotoritas kepada seorang da’i secara langsung. Karena masyarakat saat ini dapat memanfaatkan tekhnologi komunikasi sebagai sumber utama dalam memperoleh pengetahuan. Pergeseran nilai yang luar biasa ini tidak bisa dihindari dan diputar ulang seperti era agraris.
Oleh karena itu, Konsekuensi logis dari perubahan tersebut, maka pola pikir, sikap, mentalitas, dan perilaku umat hendaknya dirubah mengikuti perkembangan zaman yang ada, termasuk dalam proses penyampaian dakwah juga harus berkembang dan bersifat dinamis mengikuti kondisi dan realitas yang terus berubah tetapi tetap menjaga normatifitas pesan dakwah dengan strategi dan metode yang digunakan. Dalam Alquran Surah An-Nahl:125 terdapat pedoman dasar atau prinsip penggunaan metode dakwah Islam, yaitu:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl (16): 125).
Islam adalah agama dakwah. Agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia sebagai Rahmatan Lil Alamin. Dakwah merupakan kegiatan yang bersifat mengajak, memanggil dan menyeru seseorang untuk beriman dan taat kepada Allah Swt sesuai dengan aqidah, syari’at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata yad’u (fi’il mudhari’) dan da’a (fi’l madli) yang artinya adalah memanggil, mengundang, mengajak, menyeru, mendorong dan memohon.
Al-Qur’an menyebutkan kata yang memiliki pengertian sama dengan dakwah, yaitu kata tabligh yang berarti penyampaian dan bayan yang berarti penjelasan. Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata Ilmu dan kata Islam, sehingga menjadi Ilmu dakwah dan Dakwah Islam atau Ad-Dakwah Al-Islamiyah. Dakwah dalam pengertian tersebut, dapat dijumpai dalam Alquran Surah Al-Anfal; 24 dan Yunus: 25.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَجِيبُواْ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمۡ لِمَا يُحۡيِيكُمۡۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ ٢٤
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.”(QS. Al-Anfal: 24).
وَٱللَّهُ يَدۡعُوٓاْ إِلَىٰ دَارِ ٱلسَّلَٰمِ وَيَهۡدِي مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٢٥
Artinya: “Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).” (QS. Yunus: 25).
Sebagian besar kegiatan umat Islam dihiasi dengan kegiatan-kegiatan dakwah. Setelah bangun dari tidur dan melaksanakan shalat shubuh, umat Islam sudah disuguhkan melalui layar televisi berbagaipengajian atau dialog keagamaan. Bagi masyarakat yang tidak memiliki waktu untuk menonton televisi, mereka dapat menikmati kegiatan dakwah melalui bacaan-bacaan yang ada di surat kabar, majalah, buku atau internet yang dapat diakses kapan saja.
Di sisi lain, ada fenomena yang juga menarik untuk diteliti dan dikaji lebih dalam sebagai objek kajian dari keilmuan dakwah, yaitu adanya sekelompok umat Islam yang mendirikan aliran dan paham sesat dengan mencampurbaurkan budaya atau tradisi-tradisi yang menyimpang dari ajaran Islam. Selain itu, perbedaan mazhab yang dianut oleh masyarakat sehingga dengan mudah menyalahkan paham lawannya. Dalam kondisi tersebut, kita tidak bisa menghakimi dan menyalahkan mereka sepenuhnya, tetapi perlu mempertanyakan dan mengevaluasi strategi dakwah yang kita lakukan. Sudahkan dakwah kita berhasil menyentuh pikiran, hati dan jiwa mereka sebagai masyarakat awam?
Kegiatan dakwah saat ini mendapat perhatian besar dari kalangan masyarakat. Maka perlu adanya perubahan paradigma keilmuan dakwah menuju komunikasi Islam, yaitu Pertama, kecenderungan aktivitas dakwah yang ada di masyarakat dan mendapatkan respon positif ketika aktivitas dakwah dikemas dengan menggunakan berbagai tekhnologi informasi dan komunikasi. Contoh kecil aktivitas dakwah yang banyak memanfaatkan media informasi dan komunikasi, seperti televisi, hand phone, internet, surat kabar dan lain sebagainya.
Kedua, secara keilmuan, terdapat banyak kesamaan antara ilmu dakwah dengan ilmu komunikasi, terutama dalam sisi ontologi dan aksiologi. Istilah-istilah dakwah seperti da’i, mad’u, materi, media, metode dan yang lainnya merupakan istilah-istilah yang dipergunakan sebelumnya oleh ilmu komunikasi, yaitu komunikator, komunikan, pesan, dan metode. Selain itu, aktivitas dakwah merupakan aktivitas yang berorientasi pada proses penyampaian pesan dan interpretasi makna. Proses ini tidak jauh berbeda dengan aktivitas komunikasi. Mengutip pendapat Toto Tasmara menyatakan bahwa dakwah adalah komunikasi khas yang berbeda dengan komunikasi lainnya, terutama berkaitan dengan metode dan tujuan yang akan dicapai.
Untuk mendukung adanya perubahan dalam berdakwah, para da’i harus meningkatkan wawasan, ilmu dan kemampuan tekhnis dalam melakukan dakwah. Dalam era modern ini, perkembangan di bidang tekhnologi informasi sedemikian pesatnya sehingga dapat digambarkan secara grafis, kemajuan yang terjadi terlihat secara eksponensial dan tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan tekhnologi informasi tersebut.
Amat disayangkan manakala kemajuan tekhnologi informasi ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah. Apalagi dalam realitas saat ini, hampir sebagian besar masyarakat telah memanfaatkan tekhnologi informasi, baik televisi, komputer, internet, hand phone, dan sebagainya. dunia masyarakat saat ini adalah dunia tekhnologi informasi. Masyarakat akan dianggap “kuper” (kurang pergaulan) atau “gaptek” (gagap teknologi) apabila tidak dapat mengetahui penggunaan teknologi informasi.
Da’i tidak boleh merasa puas dengan ilmu yang dimilikinya saat ini, melainkan terus belajar. Belajar sepanjang hayat (long life education). Apalagi pada era informasi saat ini, kemampuan da’i dalam mengoperasikan tekhnologi komunikasi seperti hand phone, komputer dan internet merupakan prasyarat yang tidak bisa ditawar-tawar. Karena masyarakat sebagai obyek dakwah, sebagian besar telah memanfaatkan tekhnologi komunikasi dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Jika masyarakat telah terbuka dalam memanfaatkan tekhnologi komunikasi, maka para da’i harus mengikuti perkembangan masyarakat.
Kemudian pada era modern ini, ilmu yang berkembang bersifat multidisipliner dan komplementer. Ilmu Agama yang selama ini menjadi pegangan da’i (sumber utama) perlu diperkuat dengan keilmuan lainnya agar apa yang disampaikan ke masyarakat menjadi kokoh dan dapat dioperasionalkan di lapangan. Ilmu agama Islam dapat diperkuat dengan menggunakan kajian ilmu psikologi, sosiologi, sejarah dan sebagainya.
Sebagai bentuk kesiapan seorang da’i dalam menghadapi masyarakat yang heterogen. Dakwah bukan hanya dianggap sebagai aktivitas atau seni yang tidak membutuhkan landasan filosofi. Aktivitas dakwah perlu dievaluasi dengan menggunakan parameter yang jelas dan dapat ditinjau ulang manakala terjadi penyimpangan atau kurang efektif. maka perlu ada upaya penguatan riset-riset wilayah dakwah.
Dari urian yang dikemukakan di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa dakwah yang cerdas di era modern ini dapat dilakukan dengan memposisikan dakwah sebagai ilmu yang dapat dikembangkan dan dievaluasi keberadaannya. Lantas, keilmuan dakwah yang ada sekarang ini sudah saatnya dikembangkan menjadi ilmu komunikasi Islam yang lebih compatible dengan perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan di era modern ini.
Selain itu, kemampuan da’i dalam menciptakan dan memanfaatkan teknologi informasi sebagai media dakwah perlu terus menerus diupayakan agar dakwah betul-betul dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Prinsip “khair al-nas anfa’uhum li al-nas” dapat dijadikan landasan oleh para da’i dalam menggerakkan kegiatan dakwah di masyarakat.
Penulis Adalah, Dosen STIE Syari’ah Al-Mujaddid, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
ما شاء الله…
Pembahasan umum dakwah…
Semoga apa yang di tulis dapat beemanfaat bagi seluruh akrifis nusantra agar berperan dalam kewajiban dakwah
Aamiinn.. شكرا