Waktu Tuhan
Kemarin di saat aku tengah ribet dengan kedua buah hatiku di pesta Bona Tahun Saragih Garingging Boru Panegolan (Nama Kumpulan), di mana Jose sedang tidur dan Janice nangis minta di gendong tiba-tiba aku di datangi seorang ibu dan bertanya: Ini anak kamu ya? Sambil menunjuk Jose. Aku jawab, “Iya,” sambil mengingat-ingat siapa si ibu itu.
Dengan cepat aku bisa mengenalinya. Dia adalah orang yang telah membuat hatiku sakit beberapa tahun lalu. Ceritanya sekitar 4 tahun lalu, dimana aku belum mempunyai anak. Saat itu kami, pinopar Saragih Turnip (Nama Kumpulan) mengadakan acara penghiburan ke rumah saudara di daerah Cikarang.
Setelah selesai acara, aku keluar mencari angin. Tanpa disengaja aku bertemu dengan si ibu ini, dia adalah dulunya tetangga sewaktu aku masih di Cikarang. Demikian perbincangan kami yang berakhir memilukan hatiku saat itu:
“Eh tinggal di sini?” tanyaku.
“Ia itu rumahku, ”katanya sambil menunjuk sebuah rumah yang baru di renovasi.
“Ini anak ke berapa? Cowok atau cewek?”
Aku bertanya karena aku lihat dia sedang menggendong seorang anak kecil yang kurang lebih berusia satu tahun.
“Anak ke tiga, cowok,” jawabnya. Aku pun mulai menyapa anaknya.
“Kamu kok belum ada anak, kenapa?”
Pertanyaan itu mulai membuat hatiku bergetar. Kenapa? yah, aku juga tidak tahu jawabnya. Aku hanya tersenyum.
“Sepertinya kamu menikmati belum punya anak,” katanya sambil memegang perut buncitku yang dipenuhi dengan lemak.
Pertanyaan itu rancu bagiku untuk dijawab. Kata “Menikmati” itu bagai pisau tajam menusuk hatiku. Dimana pada saat itu, sudah lebih 5 tahun pernikahanku. Aku sudah mulai galau dengan keadaanku tapi aku berusaha untuk tegar. Kalaupun aku menangis, aku menangis di dalam rumah atau sama orang terdekatku.
“Aku lihat kamu makin subur saja, kayak enggak ada beban,” katanya lagi membuat aku mulai risih.
Di situ aku sudah mulai malas menjawab pertanyaannya, tapi dia masih lanjut berbicara. “Kamu sudah berobat apa saja?” Dia bertanya lagi dan membuat aku semakin kesal.
Padahal di situ ada suaminya dan tetangga yang lain yang ikut mendengarkan kami berbicara. Aku paling risih menjawab hal itu apalagi di hadapan banyak orang.
“Sudah usaha tapi belum dikasih Tuhan, ”jawabku sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Aku enggak mau orang lain ikut bertanya mengenai hal itu.
“Kamu kurang berdoa kali!?” ucapan itu keluar dari mulutnya. Antara pertanyaan atau tuduhan yang menyakitkan bagiku.
“Maksud kakak, apa?” Saat itu suaraku mulai naik satu oktaf.
“Maksudku doanya masih kurang,” jawabnya santai.
“Kak, kalau pun aku berdoa, aku enggak akan bilang ke orang mengenai isi doaku,” jawabku dengan suara yang lebih bergetar. Mukaku mulai merah, ingin rasanya aku segera pergi dari situ.
“Di dalam Alkitab dikatakan, mintalah maka kamu akan diberi, ketuklah maka pintu akan dibukakan, mungkin kamu masih kurang doanya, kamu harus ketuk lebih keras lagi supaya Tuhan buka pintu,” katanya mengutip ayat Alkitab.
Saat itu mataku mulai perih, aku enggak bisa menahan rasa sakit di hatiku. Perkataan itu membuat aku merasa menjadi orang yang terkutuk, aku menyesali dosa-dosaku, aku merasa berdoa dan meminta dikaruniai anak kepada Tuhan tapi belum juga diberi, aku tidak bisa mengatur Tuhan, aku hanya menunggu dan selalu berharap.
“Kak, anakmu ini adalah titipan Tuhan, jaga baik-baik karena sewaktu-waktu bisa diambil kembali,” kataku dengan suara keras, sambil berjalan meninggalkan si ibu itu.
Dari ujung mataku, aku melihat dia ditegur suaminya. Entah ditegur atau tidak tapi aku lihat suaminya bicara sesuatu padanya sambil menunjuk ke arah aku.
Setelah beberapa tahun berlalu, aku pun telah melupakan sakit hatiku pada ibu itu, karena Tuhan sudah membuat mimpiku menjadi nyata, tapi entah kenapa setelah pertemuan kemarin aku menjadi ingat kembali semua perkataannya.
Tak henti-hentinya aku mengucapkan syukur kepada Tuhan, saat aku dipertemukan kembali dengan dia, aku bisa menunjukkan bahwa janji Tuhan itu indah pada waktunya. Kemuliaan Tuhan nyata dalam hidup. Aku memiliki Janice dan Jose.
Pesan untuk saudaraku dan teman-temanku, jika saat ini belum diberkati Tuhan dengan keturunan jangan berkecil hati, karena pernikahan itu adalah antara kita dan pasangan, anak adalah titipan Tuhan. Yakin dan percaya bahwa semua akan indah pada waktunya.
Jangan sedih dengan ucapan orang yang kadang malah dijadikan sebagai candaan, padahal hal itu sangat sensitif bagi kita yang sedang bergumul.
Pesan bagi saudara atau teman yang diberkati Tuhan keturunan dengan mudah, mengucap syukurlah karena berkat Tuhan. Jangan pernah bercanda dengan hal itu apalagi bagi pasangan yang sudah menikah lebih dari 2 tahun. Jika ingin memberikan saran atau ingin bertanya lakukanlah dengan empat mata.
Karena dulu saya sangat riskan menjawab pertanyaan yang demikian di depan umum. Jangan pernah menghakimi dengan ayat-ayat yang ada di kitab agama manapun karena itu lebih menyakitkan karena membuat seolah-olah menjadi orang yang paling terkutuk dan hasil meratapi nasibnya.
HANYA BERBAGI CERITA