Sejak ribuan tahun lalu saat pertama kali universitas didirikan hingga sekarang, telah ada banyak jurusan dan cabang keilmuan yang dapat dipelajari.
Seorang mahasiswa dapat mempersiapkan karir masa depan di bidang tertentu, seperti teknik sipil, keguruan, interior desain, sastra, sains, teknologi, dan masih terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu.
Salah satu jurusan yang bukan hanya unik tapi mengundang pertanyaan adalah jurusan ilmu mistis, yang bisa dipelajari di Universitas Paramadina, Jakarta.
Sejatinya, apa guna jurusan ini diadakan dan apa tujuan akhirnya? Berdasarkan itu, perlu disadari bahwa terkadang ada prinsip-prinsip pada tujuan pendidikan yang harus lebih diperjelas.
Ketika seorang mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris ditanya untuk apa mereka belajar, jawaban yang muncul tentu sangat umum, yaitu untuk bisa bahasa Inggris dan jadi guru bahasa Inggris.
Begitu pula mahasiswa kimia, pertanyaan yang sama akan dijawab “untuk mempelajari reaksi kimia” dan menciptakan bahan kimia yang berguna. Eva Andriani, mahasiswi di universitas Leeds di Inggris Raya, belajar ilmu investigasi penggelapan dana.
Tujuan utama nya tentu untuk mengetahui cara bagaimana penggelapan dana terjadi dan bagaimana penaggulangannya.
Tetapi, sebenarnya untuk apa keilmuan tersebut dipelajari? Banyak mahasiswa yang hanya memasuki kuliah atau jurusan tersebut untuk tujuan profesi atau bahkan sekedar belajar dan mendapat gelar di perguruan tinggi tanpa tahu esensi atau gunanya.
Jika ditelisik lebih lanjut lagi, bukankah jurusan ilmu investigasi penggelapan dana tersebut bisa menjadi subjek yang tepat untuk calon para koruptor masa depan, agar mengetahui cara mainstream penggelapan dana dan mencari cara baru yang tidak dapat dilacak?
Begitu pula ilmu kimia tadi bukankah bisa men jadi cara baru untuk membuat racun atau senjata kimia massal yang sangat mematikan dan disalahgunakan untuk kepentingan tertentu?
Salah satu contoh nyata adalah mata kuliah Arson for Profit atau “Pembakaran demi Uang” di Universitas Cornell di Amerika Serikat yang secara umum bertujuan untuk melacak bagaimana seorang pembakar bayaran yang menghanguskan gedung.
Namun kuliah tersebut pun bisa menjadi ladang pembelajaran bagi seorang yang ingin jadi pembakar sebenarnya. Semua tergantung pada tujuan dan guna pendidikan itu sendiri.
Meski kadang jelas kegunaan belajar tersebut adalah untuk “menguasai ilmu”, tapi tujuan sebenarnya dari ilmu tersebut di masa depan tentu tak terprediksi.
Immanuel Kant, seorang filsuf, menyebutnya sebagai means (kegunaan) dan end/purpose (tujuan akhir) yang mana means adalah tujuan untuk menguasai ilmu tersebut sedangkan end/purpose adalah tujuan akhir atau penggunaan ilmu tersebut untuk apa dan dimana itu diterapkan.
Tidak heran di wawancara beasiswa pada umumnya, dari pengalaman banyak penerima beasiswa, selalu ada pertanyaan dari pewawancara tentang mengapa mengambil jurusan yang dituju.
Pertanyaan tersebut tentu berfungsi untuk mengetahui means atau untuk apa ilmu tersebut dipelajari, sekaligus mengetahui end/purpose atau proyeksi kegunaan keilmuan tersebut di lingkungan.
Jika calon penerima beasiswa tidak dapat menjawab keduanya (means dan purpose) maka, bisa saja ia tidak akan diloloskan untuk menerima beasiswa tersebut. Disitulah letak batasan antara guna pendidikan dan tujuan akhir pendidikan.
Selain itu, contoh lain yang dapat kita sadari adalah filosofi dari jurusan marketing. Jurusan tersebut sebenarnya memiliki tujuan apa? Untuk dapat menjual sesuatu dan membuat sebuah barang laku? Atau hanya sekedar mengetahui bagaimana cara marketing yang benar dan efektif, hanya sekedar itu saja.
Secara harfiah, guna (means) belajar marketing benar memang untuk mengetahui cara marketing yang efektif dan efisien, tapi di lapangan akan ada fakta yang berbeda, karena seharusnya ilmu tersebut bukan hanya mencari tahu tapi juga untuk benar-benar membuat penjualan yang jitu.
Penjelasan lain yang disebut oleh Kant, adalah seorang mahasiwa kedokteren, contohnya.
Tujuannya mungkin adalah mengetahui bagaimana cara kerja kondisi tubuh manusia dan penanganannya, tapi ending-nya bisa berbeda jika dokter tersebut akhirnya malah menyalahgunakan keilmuan tersebut.
Bisa saja seorang ahli atau dokter sengaja menciptakan penyakit, virus, atau semacamnya, yang menjadi senjata biologi dan merusak kehidupan orang lain, maka yang satu disebut benar-benar sebagai dokter, yang lainnya bisa disebut seorang pembunuh.
Penulis Adalah Guru Bahasa Inggris, Dosen Mahad Al-Jamiah UIN STS Jambi, Pemilik Usaha Restoran, Tour dan Lainnya.
Thanks Mr
Semoga cepat sembuh Mr dan terus berkarya