Aplikasi Paham Qadariyah, Jabariyah Dan Asy’ariyah Termasuk Ahlusunnah Wal Jama’ah (Aswaja) Di Tengah Merebaknya Pandemi Covid-19 Di Indonesia

Aplikasi Paham Qadariyah, Jabariyah Dan Asy’ariyah Termasuk Ahlusunnah Wal Jama’ah (Aswaja) Di Tengah Merebaknya Pandemi Covid-19 Di Indonesia

Agama
Oleh: Deasy Hardiyana

Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu aliran yang berkembang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama-ulama kalam dalam memahami ayat-ayat Alquran. Diantara aliran tersebut yaitu Qadariyah, Jabariyah dan Asy’ariyah termasuk Ahlusunnah Wal Jama’ah (Aswaja).

  1. Qadariyah berasal dari bahasa Arab yaitu qa-da-ra yang berarti kemampuan dan kekuatan. Secara terminologi adalah suatu paham yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinterfensi oleh Allah. Aliran ini muncul pada pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Pelopor Aliran ini adalah Ma’bad al-Juhani. Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah paham Qadariyah disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin Qadariyah lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab Aliran ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah yang menempatkan akal pada posisi tertinggi, lebih tinggi dari wahyu. Akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama memiliki pemahaman bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Allah.
  2. Jabariyah berasal dari kata ja-ba-ra atau Ijbar yaitu paksa, terpaksa dan memaksa. Aliran ini muncul pada abad ke-2 hijriah di Khurasan. Tokoh utama aliran ini adalah Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan. Jabariyah merupakan sebuah paham teologi dalam Islam yang meyakini bahwa alur hidup manusia merupakan ketentuan Allah yang memiliki kekuasaan mutlak dalam menentukan garis hidup manusia. Dalam hal ini, manusia tidak berdaya, segala tindakan manusia merupakan ketentuan Allah. Manusia hanya bisa menerima keadaan  tanpa memiliki pilihan dan usaha dalam perbuatannya. Imam Al-Syahrastani memaknai al-jabr dengan nafy al-fil haqiqatan an alabdi wa idhafatihi ila al-Rabb (menolak adanya perbuatan manusia dan menyandarkan semua perbuatannya kepada Allah Subhana Wataala). Adapun dasar munculnya paham Jabariyah ini adanya tiga perkara yakni Pertama, adanya paham Qadariyah yang pada pembahasan aliran Qadariyah sangat bertolak belakang dengan aliran Jabariyah yaitu manusia berkuasa terhadap perbuatan-perbuatannya sendiri. Dalam artian bahwa manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan merekalah pula yang melakukan dan menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan kemampuannya sendiri. Dalam paham ini manusia meredeka atau bebas dalam tingkah lakunya. Kedua, pemahaman agamanya tanpa ada keberanian menakwilkan, dan Ketiga, adanya aliran salaf yang berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Allah sehingga dapat menyerupakan sifat Allah dengan Manusia.
  3. Asy’ariyah termasuk Ahlusunnah Waljama’ah (Aswaja). Tidak ada istilah khusus bagi aliran ini. Pencetus aliran ini adalah Abu Hasan Al-Asy’ari, beliau adalah murid Wasil bin Atha’ seorang ulama dari kalangan Mu’tazilah. Sekitar tahun 300 hijriah Al-Asy’ari keluar dari golongan Mu’tazilah dan membentuk aliran teologi yang kemudian dikenal dengan namanya sendiri. Aliran ini memiliki pemahaman bahwa manusia berencana tetapi Allah yang menentukan. Dalam artian, apa kehendak manusia dan Allah terdapat porsinya tersendiri. Paham ini berusaha menempuh jalan tengah dari dua keyakinan yang berseteru, yaitu Qadariyah dan Jabariyah. Keyakinan Qadariyah bertolak belakang dengan keyakinan Jabariyah, namun keduanya dikatakan menyimpang dari akidah Ahlusunnah yang berada dipertengahan (moderat), karena menurut akidah Ahlusunnah mengenai takdir bahwa setiap manusia memiliki pilihan dan kebebasan dalam menentukan kehendak, manusia diperintahkan untuk berusaha yakni diperintah dalam berbuat baik dan dilarang berbuat kejahatan, dijanjikan pahala atau diancam siksa atas konsekuensi dari perbuatannya, sementara apapun yang akan dilakukannya sudah ditetapkan (telah tertulis) dalam takdirnya, yang mana setiap makhluk tidak pernah mengetahui bagaimana takdirnya (baik atau buruk) kecuali setelah terjadinya (berlakunya) takdir itu.

Di tengah merebaknya Virus Corona atau Covid-19 di Indonesia, pemerintah dan beberapa organisasi kemasyarakatan (Ormas) termasuk Nahdlatul Ulama (NU), Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Diantaranya menutup beberapa akses jalan utama antar kota dan kabupaten, menertibkan masyarakat agar tetap berdiam diri di rumah. Hal ini berdasarkan sabda Rasul Saw bahwa beliau berkata: “Jika kalian mendengar adanya tha’un di suatu daerah, maka jangan memasuki daerah tersebut; dan ketika kalian berada di dalamnya (daerah yang terkena tha’un), maka jangan keluar dari daerah tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim). Selain itu, pemerintah menerapkan pembatasan sosial Social Distancing, menghimbau masyarakat agar mengenakan masker saat keluar rumah, pembatasan dalam berkumpul baik dalam kegiatan sosial maupun kegiatan keagamaan, meniadakan shalat Jum’at untuk sementara waktu pada daerah terdampak Covid-19, dan lain sebagainya. Namun dalam praktiknya di lapangan, muncul kontroversi dari berbagai kalangan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah tersebut, yaitu kesalahpahaman masyarakat terkait larangan atau imbauan pemerintah dalam pembatasan beribadah. Seperti meniadakan shalat Jum’at dan pembatasan dalam kegiatan keagamaan.

Pemerintah dan beberapa organisasi kemasyarakatan (Ormas) termasuk Nahdlatul Ulama (NU), Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan imbauan tersebut adalah untuk kemaslahatan bersama, bukan karena takut terhadap Virus atau imbauan dari orang yang tidak beragama. Karena pemahaman dalam Ahlusunnah wal Jamaah (Aswaja) harus bersikap di tengah-tengah (moderat) dalam segala hal termasuk bila ada musibah. Wabah Covid-19 menyebar dengan cepat, memengaruhi beberapa kota dan wilayah di Indonesia saat ini. Oleh karena itu, dalam menyikapi pandemi Covid-19 adalah dengan berikhtiar secara dhahir dan bathin, tawakkal kepada Allah dengan tetap menjaga kebersihan, menjaga imun tubuh agar tetap prima dan mengikuti imbauan pemerintah. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah An-Nisaa’ ayat 59.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. 4:59).

Lebih lanjut, dalam pemahaman imbauan pemerintah tersebut tidak seperti penganut Qadariyah ataupun Mu’tazilah yang berprinsip bahwa apa yang menurut akal dari kesehatan, dokter dan lain-lain di ikuti bukan karena takdir Allah. Karena manusia memiliki kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Allah dan manusia mampu membuat perubahan pada takdir. Begitu juga pemahaman Jabariyah yang hanya sepenuhnya terserah Allah. Meskipun berjabat tangan atau kontak fisik secara langsung dengan penderita virus, tidak memakai masker, tidak menjaga jarak bahkan mendatangi dan mememluk korban, jika belum takdirnya maka tidak akan meninggal dunia. Karena hidup manusia merupakan ketentuan Allah yang memiliki kekuasaan mutlak dalam menentukan garis hidup manusia dan manusia tidak punya pilihan atau kehendak.

Dalam sejarah Islam, para Nabi dan Rasul kerap menghindari kemudharatan untuk selamat dari musibah, seperti Rasulullah Saw yang merupakan manusia yang paling dekat dengan Allah Swt, bersembunyi di Gua Tsur dari kejaran kafir Quraisy. Hal tersebut dilakukannya bukan karena takut atau pengecut, akan tetapi RISALAH AGAMA ini harus sampai ke generasi berikutnya. Nabi Musa As adalah salah satu Ulul Azmi salah satu manusia yang dicintai Allah Swt, berlari menyebrangi laut mati menghindari kejaran Fir’aun. Bukan pula karena dia takut atau pengecut tapi AGAMA ini tidak menginginkan umatnya mati konyol. Nabi Ibraim As adalah manusia ke dua yang dicintai Allah Swt, pernah berlari dari kejaran raja Namrudz. Bukan karena ia takut atau pengecut tapi AGAMA ini kadang harus mengalah untuk menang. Khalifah Umar Ra adalah manusia yang dijamin surga oleh Allah Swt, pernah menghindar dari kampung yang terkena wabah (tha’un). Bukan karena dia takut atau pengecut tapi ia berpendapat bahwa berlarilah dari takdir buruk ke takdir yang baik. Dan Bukankah lebih baik menghindari Mudharat dan mengambil Manfaat?

Dalam Islam, kita tidak dianjurkan untuk pasrah atas nasib kehidupan. Penyerahan diri secara total atas nasib merupakan pilihan yang kurang bijak. Jika ada pemahaman seperti ini, sejatinya tidak jauh berbeda dengan pemahaman teologis Islam klasik yang dikenal dengan paham Jabariyah. Seyogyanya kita harus memahami bahwa penenganan dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, tidak hanya berdo’a dan bertawakkal kepada Allah serta mengikuti imbauan pemerintah sebagai wujud ikhtiar dari kajian ilmiah, akan tetapi ada upaya yang sungguh-sungguh dilakukan untuk menghindari Virus yang mematikan ini. Sebagai hamba Allah, hendaknya melihat peristiwa atau musibah ini dari kacamata Iman. Karena Allah Swt telah memberikan kita akal fikiran dan iman untuk menjalani kehidupan. Dan orang beriman adalah orang yang senantiasa melihat segala sesuatu yang terjadi dengan menggunakan iman yang ada pada dirinya. Covid-19 adalah salah satu perwujudan dari kemurkaan Allah Swt terhadap kedurhakaan yang dilakukan oleh manusia. Dan sesungguhnya berbagai kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia mengundang kemurkaan Allah.


Penulis Adalah, Dosen STIE Syari’ah Al-Mujaddid, Kabupaten Tanjung Jabung Timur

2 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments